Mau Pakai e-Recap dalam Pilkada? KPU Perlu Perhatikan Beberapa Hal
Berita

Mau Pakai e-Recap dalam Pilkada? KPU Perlu Perhatikan Beberapa Hal

Hasil audit sistem teknologi yang digunakan juga mutlak harus dipublikasikan secara transparan kepada publik.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Proses rekapitulasi suara di KPU. Foto: RES
Proses rekapitulasi suara di KPU. Foto: RES

Komisi Pemilihan Umum menggulirkan wacana untuk menjadikan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) sebagai metode resmi untuk menghitung hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2020 mendatang. Jika gagasan ini direalisasikan, berarti Situng yang selama ini hanya sekadar instrumen transparansi KPU terhadap masyarakat untuk mengetahui progres penghitungan suara dalam Pemilihan Umum time by time, akan menggantikan mekanisme rekapitulasi manual berjenjang.

Salah satu argumentasi KPU hendak menerapakan situng sebagai metode penghitungan hasil secara resmi adalah untuk mempercepat proses rekapitulasi hasil Pilkada. Jika berhasil diterapkan pada Pilkada 2020, rencananya Situng akan dipakai pada Pemilu 2024. “Situng sebagai hasil resmi itu ke depan dimungkinkan sebagai hasil resmi (Pemilu) 2024 dengan asumsi sejak Pilkada 2020 sudah digunakan,” ujar Komisioner KPU, Viryan Aziz, di Jakarta, Jumat (5/7) lalu.

Proses rekapitulasi yang dilakukan secara manual memang menjadi salah satu persoalan yang dihadapi dalam Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Untuk Pilkada misalnya, KPU menghabiskan waktu rekapitulasi selama 14 hari. Perhitungan harus dilakukan secara berjenjang mulai dari

Tempat Pemungutan Suara (TPS). Salah satu faktor  yang memperlambat rekapitulasi berjenjang adalah beban administrasi Pemilu yang perlu diselesaikan di setiap jenjang rekapitulasi. Banyak pekerjaan administratif, seperti mengisi sejumlah data, yang harus dilakukan petugas di setiap jenjang.

Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) juga melihat persoalan lain, terbukanya ruang manipulasi paska penghitungan suara di tingkat TPS. Suara pemilih bisa hilang setelah dipindahkan dari TPS bersamaan dengan kotak suaranya. “Ada kotak suara yang dibuang ke laut,” ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, kepada hukumonline beberapa waktu lalu.

(Baca juga: Polemik Situng, Ahli Pemohon versus Ahli Termohon).

Kelemahan lain metode rekapitulasi manual berjenjang adalah kesalahan teknis dalam proses penulisan suara yang dituangkan di formlir rekapitulasi. Tidak jarang terjadi kesalahan hitung hasil perolehan suara yang dituangkan ke dalam formulir rekapitulasi. Untuk itu, ketika KPU menggulirkan wacana untuk menggunakan Situng sebagai mekanisme resmi penghitungan hasil pemilihan, sejumlah pihak mulai memperhitungkan kelebihan dan kekurangan dari metode baru tersebut. salah satunya datang dari Perludem.

Perludem menilai metode Situng atau rekapitulasi berbasis teknologi elektronik (e-recap) merupakan metode yang tepat untuk digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Setidaknya sejumlah kelompok masyarakat sipil telah mempraktikkan metode ini selama penyelenggaraan Pemilu 2019 yang lalu. Perludem sebagai salah satu yang pernah menerapkan metode ini mengakui bahwa selain mempercepat rekapitulasi perlehan hasil Pemilu, e-recap mampu meminimalisasi potensi manipulasi termasuk kesalahan teknis penghitungan. “Namun, kami berpandangan ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dan dikaji secara serius sebelum menerapkan e-recap,” ujar Titi Anggraini kepada hukumonline.

Tags:

Berita Terkait