Upaya Mengungkap Pemilik Korporasi Sesungguhnya
Kolom

Upaya Mengungkap Pemilik Korporasi Sesungguhnya

​​​​​​​Perpres 13/2018 secara umum telah secara baik mendiskusikan bagaimana cara mengidentifikasi siapa pemilik perusahaan yang sesungguhnya. Tetapi, harus diakui masih terdapat beberapa masalah yang cukup krusial pada beberapa pengaturannya.

Bacaan 2 Menit
Bagus Aditya. Foto: Istimewa
Bagus Aditya. Foto: Istimewa

Hal yang menjadi tren dalam skala global saat ini adalah adanya peningkatan upaya untuk menjadikan suatu bisnis menjadi lebih transparan dengan tujuan untuk menanggulangi upaya pencucian uang dan pendanaan kegiatan terorisme. Presiden Joko Widodo, pada tahun 2018, menetapkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Perpres 13/2018). Dalam peraturan tersebut korporasi diwajibkan untuk melaporkan siapa Pemilik Manfaat dari korporasi.

 

Kemudian, beberapa waktu lalu terbit Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi (Permenhukham 15/2019) sebagai peraturan pelaksana dari Perpres 13/2018.

 

Dengan telah terbitnya Permenhukham 15/2019 maka sudah dapat dilihat secara utuh bagaimana Pemerintah akan menerapkan kewajiban mengenai pelaporan informasi Pemilik Manfaat dari korporasi. Artikel ini akan fokus untuk membahas korporasi dalam bentuk perseroan terbatas saja, mengingat sebagian besar usaha yang dilakukan di Indonesia dilakukan melalui bentuk perseroan terbatas. Namun, secara terbatas, beberapa isu tetap dapat berlaku terhadap bentuk badan usaha lainnya.  

 

Siapa Pemilik Manfaat atas Perseroan Terbatas?

Kriteria mengenai Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas dijabarkan dalam Perpres 13/2018 dan secara lebih rinci dalam Lampiran Permenhukham 15/2019 sebagai berikut.

 

X adalah seorang Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas apabila:

  • Kondisi 1: X memiliki, secara langsung maupun tidak langsung, lebih dari 25% saham dalam perseroan terbatas;
  • Kondisi 2: X memiliki, secara langsung maupun tidak langsung, hak suara lebih dari 25% pada perseroan terbatas;
  • Kondisi 3: X menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun;
  • Kondisi 4: X memiliki kewenangan, secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan atau anggota dewan komisaris;
  • Kondisi 5: X memiliki kewenangan untuk mengendalikan perseroan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun, termasuk RUPS (misal, mengubah sifat bisnis perseroan, mengubah besaran pembagian laba, membubarkan perseroan, dll.);
  • Kondisi 6: X berhak atas dan/atau menerima manfaat dari perseroan terbatas (uang/barang/jasa); dan/atau
  • Kondisi 7: X tidak tercantum dalam dokumen perusahaan namun merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.

 

Keakuratan Informasi Mengenai Pemilik Manfaat

Hal yang paling dikhawatirkan oleh masyarakat dan pengamat hukum terhadap pengaturan terkait pemilik manfaat korporasi adalah terkait kualitas atau kebenaran informasi yang disampaikan oleh perseroan. Kementerian Hukum dan HAM tidak melakukan verifikasi apapun terhadap keakuratan informasi yang diberikan kepada mereka oleh perseroan. Kementerian juga tidak melakukan penyelidikan terhadap riwayat profesional maupun personal dari Pemilik Manfaat. Hal ini memang sesuai dengan Pasal 18 Perpres 13/2018 yang tidak mewajibkan instansi yang berwenang untuk melakukan verifikasi apapun.

 

Namun demikian, Perpres 13/2018 mewajibkan perseroan untuk menyertakan surat pernyataan mengenai kebenaran informasi yang disampaikan. Permenhukham 15/2019 menambahkan ketentuan bahwa Menteri (Menteri Hukum dan HAM) dapat melakukan verifikasi Pemilik Manfaat dengan meneliti kesesuaian antara informasi dengan dokumen pendukung yang diberikan. Dapat disimpulkan, Menteri, secara sewaktu-waktu, dapat melakukan verifikasi tapi sifatnya tidak wajib. Tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa Menteri dapat menerima informasi tambahan mengenai Pemilik Manfaat dari masyarakat.

Tags:

Berita Terkait