Pakar Hukum Jelaskan Soal 4 Ukuran Amnesti, Baiq Nuril Punya Peluang
Utama

Pakar Hukum Jelaskan Soal 4 Ukuran Amnesti, Baiq Nuril Punya Peluang

Bisa menggunakan alasan kepentingan negara untuk penghargaan HAM. Bukan intervensi pada kekuasaan kehakiman.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Baiq Nuril Maknun. Foto: youtube
Baiq Nuril Maknun. Foto: youtube

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan, menjelaskan empat kriteria dalam praktik sebagai dasar pemberian amnesti. Berkaitan dengan kasus Baiq Nuril Maknun, Jimmy melihat ada peluang untuk mendapatkan amnesti dari Presiden.

 

“Amnesti menekankan pada kepentingan negara, dalam kasus ini ada kepentingan soal penghargaan hak asasi manusia,” katanya saat dihubungi hukumonline, Minggu (14/7).

 

Jimmy menjelaskan bahwa amnesti adalah salah satu hak Presiden sebagai kepala negara. Hak ini telah ada sejak masa awal kemerdekaan hingga beberapa kali pergantian konstitusi Republik Indonesia. Sebelum amandemen, pasal 14 UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

 

Ketentuan ini sempat berubah dalam konstitusi UUD Sementara 1950. Pasal 107 konstitusi sementara ini mengatur bahwa pemberian amnesti harus dengan kuasa undang-undang dan meminta pendapat Mahkamah Agung. Kelanjutan dari ketentuan ini adalah terbitnya UU Darurat No.11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.

 

Secara jelas tertulis bahwa amnesti dan abolisi dilakukan atas dasar kepentingan negara. “Nah, kepentingan negara itu adalah kebebasan Presiden untuk menafsirkannya,” ujar Jimmy. Ia mengatakan bahwa lahirnya undang-undang tersebut sangat berkaitan dengan sengketa politik di Indonesia.

 

Namun, undang-undang lama ini masih berlaku hingga akhirnya konstitusi kembali ke UUD 1945 serta mengalami empat kali amandemen. Belum ada undang-undang baru yang mengatur soal amnesti. Tercatat para Presiden Republik Indonesia telah memberikan amnesti atas dasar UU Darurat No.11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.

 

Mekanisme yang berbeda adalah tidak lagi meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Hal ini karena pasal 14 UUD 1945 hasil amandemen menyebutkan bahwa Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Tags:

Berita Terkait