Baiq Nuril
Tajuk

Baiq Nuril

​​​​​​​Dalam kasus Nuril, ada beberapa hal penting yang tidak diperhatikan oleh polisi, jaksa dan bahkan hakim.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Baiq Nuril
Hukumonline

Baiq Nuril sejatinya adalah korban. Ini diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia. Tidak kurang Presiden Jokowi sendiri yang menyarankan agar Nuril mengajukan amnesti sehingga sebagai pimpinan eksekutif tertinggi Presiden bisa memberikan amnesti, yang memang dalam domain kekuasaannya.

 

Tapi coba tinjau sejenak. Agaknya ada yang tidak masuk akal sehat di sini. Nuril diseret ke ranah hukum pidana oleh Kepolisian Republik Indonesia. Baiq kemudian didakwa dan dituntut oleh Kejaksaan Republik Indonesia. Sangkaan dan tuduhannya sama, Nuril  dianggap telah melanggar UU ITE. Siapapun tahu bahwa Kepolisian dan Kejaksaan adalah bagian dari eksekutif, kedua lembaga ini tunduk kepada Presiden.

 

Berdasarkan laporan yang diterima, Kepolisian dan kemudian Kejaksaan, sesuai dengan tupoksi-nya masing-masing menyelidiki, menyidik, menyangka, mendakwa dan menuntut Nuril di pengadilan sehingga akhirnya, oleh Mahkamah Agung, Nuril dihukum penjara 6 bulan dan harus membayar denda Rp500 juta. Keputusan itu adalah keputusan akhir dari rangkaian proses hukum peradilan kita, keputusan Peninjauan Kembali. Hukum telah mempertontonkan kuasanya.

 

Proses hukum di sistem peradilan berakhir sudah. Ada pelaksanaan hukum positif secara "efektif" di sini, karena semua perangkat hukum negara bergerak sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang. Masalahnya, dan ini masalah  besar, kenapa Nuril yang kita tahu adalah korban pelecehan lisan menjadi pihak yang dinyatakan bersalah, dan kemudian dihukum? Sementara pihak yang diduga sebagai pelaku pelecehan hanya mendapat hukuman administratif. Orang lantas bertanya, kemana perginya keadilan?

 

Salah satu dari persoalan kita adalah kita ini terbiasa mencari biang kesalahan yang salah satunya adalah UU ITE yang perlu diubah sehingga kita punya perangkat UU yang secara tegas lebih memungkinkan polisi, jaksa dan hakim melihat kasusnya bukan saja dari sudut yang sangat legalistik. Kesalahan lainya, karena kepolisian dan kejaksaan berada di bawah eksekutif, mengapa sejak awal pemerintah tidak menghentikan proses hukum terhadap Nuril?

 

Kalau kedua lembaga ini sudah menyerahkannya ke pengadilan agar Nuril diadili, maka semuanya menjadi sudah terlambat karena pemerintah tidak bisa intervensi ke dalam proses peradilan. Kesalahan lainnya, kalau memang sudah terang benderang bahwa Nuril adalah korban, dan tindakannya yang dianggap tindak pidana bisa dilihat sebagai merupakan reaksi frustrasi karena pelecehan yang diterimanya, kenapa jaksa penuntut umum tidak menuntut agar Nuril dilepaskan atau dibebaskan?

 

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Jaksa diperbolehkan menuntut agar terdakwa dilepas atau dibebaskan, manakala ia yakin bahwa tindak pidana tidak terjadi, atau suatu tindakan bukan merupakan tindak pidana, atau bukti-bukti yang diajukan kurang kuat, atau bahkan bilamana suatu tindak pidana merupakan suatu tindakan bela diri dari pelakunya.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait