Kebijakan Cukai Plastik Perlu Dukungan Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah kembali membuka wacana untuk menarik cukai dari produk plastik. Saat ini, upaya untuk mengurangi penggunaan plastik lewat pengenaan cukai tengah dikaji oleh pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan menerangkan bahwa berdasarkan penelitian Jambeck, dkk di tahun 2015 lalu, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penghasil sampah plastik ke laut terbesar di Indonesia. Sementara itu data KLHK di tahun 2016 menunjukkan bahwa sekitar 9,85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan setiap tahun (dihasilkan oleh kurang lebih 90 ribu gerai ritel modern di seluruh Indonesia).
Data terbaru dari KLHK menunjukkan bahwa komposisi sampah plastik dari total timbulan sampah nasional mengalami peningkatan, dari 14 persen pada tahun 2013 menjadi 16 persen pada tahun 2018.
Untuk bisa terurai, plastik membutuhkan waktu 20 tahun hingga 500 tahun. Bisa dibayangkan dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah plastik tersebut.
Selain itu, sebesar 62 persen dari sampah plastik di Indonesia disumbang oleh kantong plastik. Sampah plastik selain berupa kantong plastik cenderung diambil oleh pemulung untuk di daur ulang. Maka dengan pertimbangan hal tersebut dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, penggunaan kantong plastik perlu dikendalikan.
Rofyanto menyebut bahwa beberapa daerah sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengendalikan kantong plastik, misalnya Kota Bogor, Kota Balikpapan, Kota Banjarmasin, dan Kota Jambi. Bahkan Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) sudah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar sejak 1 Maret 2019 lalu.
(Baca: Cukai Plastik: Untuk Genjot Penerimaan Negara atau Kendalikan Pencemaran Lingkungan?)
Sementara pengendalian sampah plastik dari sisi pemerintah adalah dengan penarikan cukai. Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Pengendalian dengan mekanisme cukai lebih tepat diterapkan karena besaran tariff cukai dapat disesuaikan dengan karakter barangnya, dan tentu efektif untuk mengendalikan karena memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol fisik atas barang.
Bagaimana skema penarikan cukai dari sampah plastik ini? Rofyanto mengemukakan bahwa pengenaan tarif cukai plastik disesuaikan dari jenis plastik. Semakin ramah lingkungan atau mudah terurai, maka semakin rendah tarif cukai yang dikenakan. Adapun jenis bijih plastik adalah turunan dari bijih plastik petroleum base yang diperoleh dari minyak bumi.
Jenis plastik |
Waktu Penguraian |
Eksternalitas |
Tarif Cukai |
Bijih plastik virgin (Polyethylene, Polypropilene) |
>100 Tahun |
Tinggi |
Tinggi |
Bijih plastik Oxodegradable (kantong plastik ramah lingkungan) |
±2-3 Tahun |
Sedang-Tinggi |
Sedang-Tinggi |
Komparasi opsi pengenaan tarif cukai dan pungutan yang ada saat ini:
Tarif Cukai/Kg |
Tarif Cukai/lembar |
Harga Kantong Plastik setelah Cukai/lbr |
APRINDO/lbr |
Inflasi (%) |
Rp30.000,- |
Rp200,- |
Rp450,- sd. Rp500,- |
Rp200,- |
0,045 |
“Adapun opsi penggunaan tarifnya adalah 100 persen dari tarif cukai kantong plastik, dengan jumlah lembar per-kg adalah 150 lembar,” kata Rofyanto dikutip dari dokumen yang diterima oleh hukumonline, Jumat (12/7/2019).
Pengamat ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus menilai pada dasarnya pengenaan cukai plastik lebih bertujuan untuk merubah perilaku masyarakat. Kebijakan ini tidak akan berdampak dalam jangka pendek, melainkan jangka panjang.
“Ini dampaknya jangka panjang. Intinya bagaimana merubah perilaku masyarakat. Jadi orang-orang kalau mau belanja ke minimarket, itu jadi ingat kalau berbayar sehingga mereka bawa sendiri tas jenis goodybag yang bisa dipakai berulang kali,” katanya kepada hukumonline, Senin (15/7/).
Namun dia mengingatkan bahwa penerapan cukai plastik ini harus diikuti dengan instrumen kebijakan lain seperti membangun infrastruktur pengolahan sampah plastik. Jika kebijakan ini benar terealisasi, maka pendapatan pemerintah yang berasal dari cukai plastik seharusnya dapat dialokasikan untuk membangun infrastruktur-infrastruktur yang bisa menjamin kesinambungan pengolahan sampah plastik.
Di samping itu, pengendalian konsumsi plastik tak bisa dilakukan satu pihak saja. Menurut Heri, minimarket atau perusahaan ritel harus mendukung kebijakan pemerintah tersebut dengan cara tidak menyediakan kantong plastik, atau menyediakan goodybag berbayar bagi konsumen yang tidak membawa tas belanja. Hal ini diyakini dapat merubah perilaku masyarakat dan mengurangi konsumsi plastik di Indonesia.
“Masyarakat kelas menengah di Indonesia ini tumbuh cukup baik. Jadi dengan harga kantong plastik Rp200,- ya sudah beli saja dan akan begitu terus. Makanya perlu kolaborasi dengan pelaku usaha minimarket, jangan menyediakan kantong plastik. Jadi kalau mereka tidak bawa tas belanja sendiri, mereka harus beli goodybag. Dan itu nanti akan diingat sama konsumen,” pungkasnya.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2019 Tahun 2019
- Surat Edaran Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor . .
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 Tahun 2019
- Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-16/BC/2019 . .
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019 Tahun 2019
Apabila Anda menggunakan Private Browsing dalam Firefox, "Tracking Protection" akan muncul pemberitahuan Adblock. Anda dapat menonaktifkan dengan klik “shield icon” pada address bar Anda.
Terima kasih atas dukungan Anda untuk membantu kami menjadikan hukum untuk semua