PSHK: Pemerintahan 2019-2024 Harusnya Fokus pada Pembenahan Regulasi
Berita

PSHK: Pemerintahan 2019-2024 Harusnya Fokus pada Pembenahan Regulasi

Karena persoalan utama yang menghambat keberhasilan program-program pemerintah selama ini adalah regulasi yang semrawut dan tumpang tindih.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kemudahan berusaha. Ilustrator: BAS
Ilustrasi kemudahan berusaha. Ilustrator: BAS

Pidato kemenangan capres terpilih Joko Widodo (Jokowi) bertajuk “Visi Indonesia” di hadapan pendukungnya, Minggu (14/7) di Sentul Bogor, menyampaikan 5 agenda prioritas pemerintahan periode 2019-2024. Pertama, pembangunan infrastruktur. Kedua, pembangunan SDM. Ketiga, mengundang investasi dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Keempat, reformasi birokrasi. Kelima, penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran.

 

Lima agenda prioritas itu menuai kritik dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Salah satunya, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) lantaran tak menyinggung soal pembenahan bidang hukum. “Pidato kemenangan Jokowi untuk sektor hukum baik soal pembenahan, pembangunan, penegakkan hukum, tidak mendapat ruang dalam pidato itu,” ujar Direktur Riset PSHK Rizky Argama saat dikonfirmasi, Rabu (17/7/2019).

 

Rizky menyayangkan salah satu isu hulu dalam sektor hukum yakni pembenahan regulasi, sama sekali tidak disinggung dalam pidato kemenangan Jokowi itu. Padahal, persoalan utama yang menghambat keberhasilan program-program pemerintah selama ini adalah regulasi yang semrawut dan tumpang tindih.

 

Data PSHK memperlihatkan dalam rentang 2014 hingga Oktober 2018 saja, telah terbit 8.945 regulasi. Rinciannya, terdapat 107 Undang-Undang; 452 Peraturan Pemerintah; 765 Peraturan Presiden; dan 7.621 Peraturan Menteri. Semua regulasi tersebut sebagian besar lahir pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.

 

“Angka itu bukan sekadar menambah jumlah produk peraturan dari periode pemerintahan sebelumnya, tetapi juga menimbulkan potensi tumpang tindih antarperaturan yang semakin besar,” ungkapnya. Baca Juga: Pidato Visi Jokowi Dinilai Abaikan Pentingnya Hukum dan HAM

 

Menurutnya, pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang semakin bertumpuk untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi atas semua produk regulasi yang ada. Dampaknya, akses terhadap pelayanan publik, termasuk fasilitas terkait kemudahan berusaha, menjadi terhambat. Di tengah persoalan kuantitas produk regulasi yang terus bertambah, kualitas regulasi Indonesia justru masih membutuhkan peningkatan.

 

Ironisnya, kata Rizky, melihat Indeks Kualitas Regulasi terbitan Bank Dunia memperlihatkan bahwa skor mutu regulasi di Indonesia sepanjang 1996-2016 selalu berada di bawah 0 (dari skala -2,5 hingga 2,5). Indeks ini mengukur kemampuan pemerintah dalam membentuk dan mengimplementasikan kebijakan dan peraturan untuk mendorong pembangunan sektor kemudahan berusaha.

Tags:

Berita Terkait