Hukuman Diperberat, Idrus Kasasi
Berita

Hukuman Diperberat, Idrus Kasasi

Ada perbedaan dalam putusan Pengadilan Tipikor dan PT DKI Jakarta.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Idrus Marham. Foto: RES
Idrus Marham. Foto: RES

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi lima tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Idrus dianggap terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Vonis yang dijatuhkan majelis banding sesuai dengan rekuisitor jaksa.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan. Majelis hakim tingkat pertama menyimpulkan mantan Sekjen Partai Golkar itu bersalah karena menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo terkait proyek listrik yang disebut PLTU Riau-1. Idrus dinyatakan bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kuasa hukum Idrus, Samsul Huda, menyatakan keberatan atas putusan majelis hakim banding, dan menegaskan mengajukan upaya hukum kasasi. Menurutnya hakim tinggi tidak mencermati fakra hukum yang sebenarnya terjadi dan telah keliru menerapkan hukum terhadap perkara kliennya tersebut. "Kami akan terus mencari keadilan yang hakiki ke Mahkamah Agung," kata Samsul kepada hukumonline, Jumat (19/7).

(Baca juga: Jaksa Tuntut Idrus Marham 5 Tahun Penjara).

Setidaknya ada dua poin penting yang menjadi alasan kasasi. Pertama, majelis banding yang telah membatalkan putusan tingkat pertama itu dianggap fatal. Sebab pengadilan tingkat pertama yang telah menyidangkan perkara ini berhari hari dengan menguji dakwaan, tuntutan, keterangan saksi, bukti-bukti tertulis lain, seharusnya lebih paham posisi kasusnya. "Makanya kami heran, bagaimana pengadilan banding yang hanya baca berkas dan tidak tahu fakta sidang bisa membatalkan putusan tingkat," tuturnya.

Kedua, ia juga menjelaskan PT DKI Jakarta dianggap salah dalam menerapkan hukum Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor. Seharusnya, menurut Samsul, Idrus Marham dibebaskan atau setidak-tidaknya diterapkan Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor, karena kliennya hanya pasif dan namanya dicatut oleh Eni Maulani Saragih untuk mendapatkan uang dari Johannes Kotjo. "Ini bersesuaian dengan unsur Pasal 11 UU Tipikor karena Idrus Marham tidak tahu menahu urusan PLTU Riau ini, hanya diajak-ajak saja oleh Eni Saragih," pungkasnya.

Pada kesempatan lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya telah menerima putusan lengkap dari PT DKI Jakarta atas perkara Idrus Marham pada Kamis (18/7). KPK menghargai putusan majelis yang telah menerima banding yang diajukan penuntut umum.

“Kami menghargai pengadilan yang telah menerima banding yang diajukan KPK dan menegaskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi. Vonis yang dijatuhkan adalah 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait