Aniaya Hakim, Hak Advokat Sebagai Penasihat Hukum Dapat Dicabut
Utama

Aniaya Hakim, Hak Advokat Sebagai Penasihat Hukum Dapat Dicabut

Hak tersebut dapat dicabut sebagai bagian dari sanksi pidana dalam putusan hakim.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Dua majelis hakim yang diduga terkena pukulan menggunakan ikat pinggan seorang advokat. Foto: Istimewa
Dua majelis hakim yang diduga terkena pukulan menggunakan ikat pinggan seorang advokat. Foto: Istimewa

KUH Pidana memperbolehkan majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan terhadap seorang terdakwa berprofesi advokat berupa pencabutan hak sebagai penasehat hukum. Pasal 35 KUHP menguraikan jenis-jenis hak yang dapat dicabut hakim dari seorang terdakwa. Jika terdakwanya seorang advokat, menurut Pasal 35 KUHP, majelis hakim dapat mencabut ‘hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri’.

 

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, mengamini ketentuan itu. Menurut dia, salah satu yang dapat dicabut hakim dalam putusan adalah hak terdakwa untuk menjadi penasehat hukum. “Dalam konteks kejadian baru-baru ini, kalau nanti diproses pidana, menurut saya layak dipertimbangkan,” katanya saat dihubungi hukumonline, Jumat (19/7).

 

Ia menjelaskan sanksi berupa pencabutan hak tertentu itu harus berkaitan dengan tindak pidana macam apa yang dilakukan. Topo menilai bahwa aksi kekerasan kepada hakim di tengah persidangan sangat menodai martabat peradilan di mata masyarakat. “Bagaimana bisa orang melakukan penganiayaan pada hakim sebagai simbol pelaksana keadilan dalam persidangan yang sedang berlangsung? Contempt of court,” ujarnya.

 

Meskipun begitu, Topo tidak setuju jika pencabutan hak tersebut bersifat permanen atau berlaku selamanya. Pencabutan hak sebagai penasihat hukum harus terbatas dalam masa waktu tertentu. “KUHP memang tidak mengatur limitasinya, tetapi menurut saya tidak bisa juga mencabut untuk seumur hidup,” Topo menambahkan.

 

(Baca juga: Soal Pemukulan Hakim, Sekjen IKAHI: Itu Pelecehan pada Peradilan!)

 

Ia merujuk kasus contempt of court di masa lalu yang menjatuhkan sanksi pencabutan hak sebagai penasihat hukum hanya untuk beberapa tahun saja. “Tindakannya memang sangat tercela, perlu sanksi berat termasuk pencabutan hak sebagai penasihat hukum, tapi ada waktunya,” katanya.

 

Selain ketentuan pasal 35 KUHP yang dijelaskan Topo, ada ketentuan lain yang berkaitan. Berdasarkan pasal 10 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, ada beberapa alasan untuk mencabut hak menjalankan profesi advokat. Pertama, permohonan sendiri. Kedua, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk tindak pidana yang diancam dengan hukuman empat tahun atau lebih. Ketiga, berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.

 

Tuntut Proses Pidana

Seorang advokat melakukan penyerangan terhadap majelis hakim saat persidangan masih berlangsung, di PN Jakarta Pusat. Aksi kekerasan itu membuat banyak pihak geram. Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) menuntut agar Desrizal, advokat dimaksud, diproses hukum dan diadili. Polisi sudah menetapkan Desrizal sebagai tersangka, dan menggunakan Pasal 212 juncto Pasal 351 KUHP.

Tags:

Berita Terkait