Memaknai Pasal 70 huruf (b) UU Arbitrase: Dilihat dari Dua Perkara
Kolom

Memaknai Pasal 70 huruf (b) UU Arbitrase: Dilihat dari Dua Perkara

Terdapat pertentangan dalam menentukan bagaimana suatu dokumen bersifat menentukan harus dianggap ditemukan setelah putusan arbitrase dikeluarkan.

Bacaan 2 Menit
Kristian Takasdo Simorangkir. Foto: Istimewa
Kristian Takasdo Simorangkir. Foto: Istimewa

Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) memberikan hak kepada para pihak bersengketa untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase. Syarat agar permohonan tersebut dikabulkan adalah apabila putusan arbitrase yang ingin dibatalkan terbukti mengandung unsur-unsur berikut:

  1. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
  2. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
  3. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

 

Menurut Penulis, dari perumusan kata-katanya, Pasal 70 huruf b) bersifat kumulatif dan dapat dimaknai dalam tiga unsur: (i) ada dokumen yang bersifat menentukan; (ii) dokumen bersifat menentukan itu disembunyikan oleh pihak lawan; dan (iii) dokumen bersifat menentukan itu baru ditemukan setelah putusan arbitrase diambil. Perumusan pasal ini tidak menjelaskan siapa pihak yang harusnya dianggap “menemukan” dokumen bersifat menentukan tersebut. Menurut Penulis, secara logis, pihak pemohon pembatalan putusan arbitrase yang seharusnya dianggap “menemukan” dokumen bersifat menentukan itu.

 

Dalam tulisan ini, Penulis akan menyoroti penerapan ketentuan Pasal 70 huruf b) UU Arbitrase, namun Penulis tidak akan membahas pengertian dari “dokumen bersifat menentukan”. Poin utama pembahasan akan diarahkan pada: (i) bagaimana suatu dokumen bersifat menentukan dianggap “ditemukan” setelah putusan arbitrase diambil; dan (ii) ditemukan oleh siapa.

 

Dari Pasal 70 huruf b), Penulis berpandangan bahwa hal pertama yang seharusnya dinilai para hakim, sebelum menilai apakah suatu dokumen bersifat menentukan dan disembunyikan oleh pihak lawan, adalah apakah dokumen tersebut baru ditemukan oleh pihak yang mengajukan permohonan pembatalan setelah putusan arbitrase diambil. Konsekuensi logisnya adalah apabila pihak yang mengajukan permohonan pembatalan sepatutnya dianggap sudah memiliki dokumen bersifat menentukan tersebut sebelum putusan diambil maka unsur Pasal 70 huruf b) “...setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan...” menjadi tidak terbukti.

 

Lalu, bagaimana dengan pandangan pengadilan Indonesia? Berdasarkan penelusuran Penulis, ada dua putusan Mahkamah Agung (MA) yang menarik untuk dikaji dan menggunakan Pasal 70 huruf b) UU Arbitrase untuk membatalkan suatu putusan arbitrase, yakni:

 

  1. Putusan MA No. 220 B/Pdt.Sus-Arbt/2016 tertanggal 12 Mei 2016 yang menguatkan Putusan PN Jakarta Pusat No. 207/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Pst antara (i) PT Asuransi Purna Artanugraha (Pemohon); (ii) Badan Arbitrase Nasional Indonesia cq. Majelis Arbitrase Ad Hoc PCA Nomor AA461 (Termohon); (iii) Salamander Energy (North Sumatr Limited (Turut Termohon I); dan (iv) PT Lekom Maras (Turut Termohon II) (“Putusan MA 220”), yang secara ringkas sebagai berikut:
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait