Pemerintah Diminta Segera Kirim DIM Revisi UU Pendidikan Kedokteran
Berita

Pemerintah Diminta Segera Kirim DIM Revisi UU Pendidikan Kedokteran

DPR tidak akan dapat bergerak maju untuk melakukan pembahasan sebelum adanya DIM dari pemerintah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Sejumlah pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengadu ke Komisi X DPR. Kedatangannya, meminta agar revisi UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran segera dibahas. Padahal, sejak 7 bulan lalu, Presiden sudah menerbitkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU itu beserta penunjukkan sejumlah menteri yang mewakili pemerintah. Namun hingga kini, pemerintah belum mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

 

Wakil Ketua Umum IDI Mohamad Adib Khumaidi mengatakan perubahan UU No.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran hal krusial dan fundamental bagi profesi kedokteran dalam memperbaiki kualitas pendidikan kedokteran. Setidaknya, ada sembilan kelemahan yang mendorong direvisinya UU 20/2013 ini.

 

Pertama, UU 20/2013 tidak mengatur pembukaan dan penutupan fakultas kedokteran. Hal ini berakibat diduga banyak terjadi penyimpangan dalam pembukaan fakultas kedokteran baru. Kedua, pengaturan rumah sakit pendidikan bertentangan dengan kaidah-kaidah pendidikan, serta pelayanan jaminan kesehatan nasional (JKN). Ketiga, UU 20/2013, tidak terdapat pasal yang mengatur tentang pengawasan fungsional fakultas kedokteran. Ini menjadi celah dalam disparitas dan kualitas pendidikan.

 

Keempat, tidak mengakomodasi subsistem pemerataan distribusi dokter di Indonesia yang berujung masyarakat kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Menurutnya, fakta di lapangan menunjukan, sedikitnya 300 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) tidak memiliki dokter. Padahal, produksi atau lulusan kedokteran telah mencapai 10-13 ribu orang per tahun.

 

Kelima, UU Pendidikan Kedokteran tidak mendukung konsep komprehensif kesehatan wilayah. Keenam, tidak sesuai dengan filosofi pendidikan kedokteran yang dianut oleh 3.000 fakultas kedokteran yang terhimpun dalam World Federation of Medical Education (WFME). Ketujuh, UU 20/2013 tidak memperhatikan potensi dan peran serta pemerintah daerah dalam pengembangan fakultas kedokteran.

 

Kedelapan, tidak memperhatikan potensi dan peran serta pemerintah daerah (Pemda) dalam pengembangan fakultas kedokteran. Sehingga, Pemda dan fakultas kedokteran berjalan masing-masing. Kesembilan, pendidikan spesialis tidak diatur di dalam UU Pendidikan Kedokteran, sehingga menghambat dinamika pengembangan ilmu kedokteran spealis.

 

Menurut Adib, implementasi UU Pendidikan Kedokteran menjadi perhatian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait praktik layanan dokter primer (DLP) yang mengandung kejanggalan. “DLP adalah profesi baru yang disisipkan dalam UU Pendidikan Kedokteran yang bertentangan dengan dua UU yakni UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Tinggi,” ujar Adib dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR di Komplek Gedung Parlemen, Senin (22/7/2019). Baca Juga: Alasan RUU Pendidikan Kedokteran Segera Dibahas

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait