Mungkinkah Kasus Novel Baswedan Dibawa ke Ranah Internasional?
Berita

Mungkinkah Kasus Novel Baswedan Dibawa ke Ranah Internasional?

Hal tersebut tengah diupayakan oleh Amnesty Internasional Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Penyidik Senior KPK Novel Baswedan. Foto: RES
Penyidik Senior KPK Novel Baswedan. Foto: RES

Sudah dua tahun sejak tragedi penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belum mampu mengungkap dalang dibalik kejahatan ini. Bahkan guna mempercepat proses penyelidikannya, dibentuk satu tim independen yang disebut dengan Tim Pencari Fakta (TPF).

 

Pada awalnya, kehadiran TPF diharapkan dapat menguak kasus yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Namun sayang, enam bulan berlalu sejak dibentuk, TPF gagal menyeret nama pelaku. Alih-alih menemukan siapa pelakunya, pernyataan Tim Pakar justru menyebut adanya motif penyerangan karena adanya penyalahgunaan kewenangan yang berlebihan oleh Novel berkaitan dengan profesinya sebagai penyidik KPK. Novel diketahui pernah menangani beberapa kasus besar seperti e-KTP, Simulator SIM, dan mantan Ketua MK Akil Mochtar.

 

Hasil TPF itu kemudian mendapatkan reaksi keras dari berbagai pihak, salah satunya adalah Amnesty Internasional Indonesia bersama Koalisi Masyarakat Sipil. Kedua lembaga itu mengaku telah berkomunikasi dengan parlemen Amerika Serikat membahas kasus penyerangan. Bahkan dalam pekan ini akan ada semacam petisi dari Partai Republik maupun Demokrat di Amerika Serikat untuk mendorong penyelesaian kasus Novel. Tak hanya itu, Amnesty bersama koalisi juga telah membawa kasus ini ke Dewan HAM Internasional PBB. Isu ini sudah mendapat perhatian internasional.

 

Campaign Manager Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri, menegaskan jika pihaknya tengah mengupayakan agar kasus Novel Baswedan tersebut dapat terhubung dengan dunia internasional, terutama ke Dewan HAM Internasional PBB. “Karena setiap komunikasi yang dikeluarkan oleh Amnesty Internasional itu terhubung dengan mekanisme pelaporan yang ada di PBB,” kata Putri saat diwawancara oleh hukumonline, Senin (22/7).

 

Menurut Putri, bentuk kasus yang menimpa Novel dapat dilaporkan ke Dewan HAM Internasional PBB karena dalam perkara tersebut Novel mengalami risiko teror, kekerasan dan ancaman. Dalam hal ini, status individual at risk Novel terkait dengan integritasnya dan identitas sebagai pembela HAM juga melekat di dalam figur Novel Baswedan. Hal ini masuk dalam pengertian Pasal 1 Deklarasi Pembela HAM Tahun 1998.

 

Pasal 1 Deklarasi Pembela HAM Tahun 1998 menyatakan, Setiap   orang   mempunyai   hak,   secara   sendiri-sendiri   maupun   bersama-sama,   untuk memajukan dan  memperjuangkan  perlindungan dan  pemenuhan  hak  asasi  manusia  dan kebebasan dasar di tingkat nasional dan international.

 

“Teror yang membuat 95 persen mata kiri rusak sampai hari ini belum ada pertanggungjawaban dari negara untuk bisa mengungkap teror pelaku, itu masuk dalam kategori tersebut. Karena akan menyebabkan tidak cuma teror terhadap integritas Novel Baswedan, tapi juga lamanya proses untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab itu juga akan menciptakan suatu kejahatan baru yang kami sebut dengan impunitas,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait