Butuh Kejelian Menangani Tindak Pidana di Sektor Bisnis
Utama

Butuh Kejelian Menangani Tindak Pidana di Sektor Bisnis

​​​​​​​Berdasarkan prinsip fiduciary duty, direktur sebagai penerima kuasa dari perusahaan tidak boleh bertindak melampaui batas kewenangannya.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Diskusi yang diselenggarakan hukumonline bertema Implementasi Doktrin Business Judgment Rule Versus Tindak Pidana Korupsi dalam Aktivitas Bisnis Perusahaan di Jakarta, Kamis (25/7). Foto: RES
Diskusi yang diselenggarakan hukumonline bertema Implementasi Doktrin Business Judgment Rule Versus Tindak Pidana Korupsi dalam Aktivitas Bisnis Perusahaan di Jakarta, Kamis (25/7). Foto: RES

Dalam menjalankan usaha, problem hukum merupakan salah satu hal yang amat dihindari oleh pelaku usaha. Selain akan menguras waktu, persoalan itu juga akan menguras energi pelaku usaha. Untuk itu penting bagi siapapun khususnya para pelaku usaha untuk memperhatikan aspek-aspek kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Hal yang sama juga terjadi bagi pelaku usaha di level korporasi. 

 

Sejak terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, aparat penegak hukum semakin gencar menyasar pelaku tindak pidana dari entitas korporasi. Meski begitu, sepanjang aktivitas korporasi memperhatikan aspek kepatuhan dan sejalan dengan ketentuan undang-undang, problem hukum yang potensial dihadapi bisa diminimalisasi sejak awal. 

 

Meskipun terdapat sejumlah korporasi yang harus menghadapi persoalan hukum, namun lebih banyak jumlahnya entitas perusahaan yang menjalankan aktivitas bisnisnya sesuai dengan peraturan, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, SOP, dan sebagainya. Keputusan direksi perusahaan yang telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bisa dipandang sebagai bentuk operasional aktivitas bisnis yang patuh terhadap ketentuan perusahaan. 

 

Namun bagaimana ceritanya jika kemudian hari ditemukan adanya dugaan tindakan melawan hukum dari aktivitas bisnis perusahaan? Salah satu wacana yang sering mengemuka di permukaan serta menjadi argumen dalam proses penegakan hukum terhadap entitas perusahaan adalah “aktivitas bisnis perusahaan”. 

 

Asisten Jaksa Agung yang juga merupakan penulis buku Business Judgment Rule, Asep Nana Mulyana mengungkapkan salah satu bentuk kendala penegakan hukum di dunia bisnis ini. Menurut Asep, sebagai jaksa, dirinya kerap menemukan kasus di mana dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh direksi sebuah perusahaan kerap dibungkus dengan dalil aktivitas bisnis. Untuk itu perlu kejelian dalam menangani kasus tindak pidana di sektor bisnis.

 

“Seringkali konsepsi bisnis dijadikan semacam alat untuk lari dari hukum. Makanya sebagian case yang saya tangani seringkali menggunakan (dalil) ini. Ini kan keputusan bisnis nih,” ujar Asep sesaat setelah menjadi pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan hukumonline bertemaImplementasi Doktrin Business Judgment Rule Versus Tindak Pidana Korupsi dalam Aktivitas Bisnis Perusahaan” di Jakarta,Kamis (25/7).

 

Menurut Asep, jaksa dalam melakukan penyelidikan terhadap sebuah aktivitas bisnis korporasi berangkat dari beberapa hal. Di mana salah satunya ada tidaknya kerugian negara. Namun hal tersebut bukan satu-satunya unsur yang menjadi dasar tindakan penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan. “Ada pidanaya, masak kita biarkan hanya karena bagian dari praktik bisnis,” ujar Asep.

Tags:

Berita Terkait