Begini Metodologi Pembuatan Fatwa MUI
Berita

Begini Metodologi Pembuatan Fatwa MUI

Fatwa mengikat kepada umat yang menjadi landasan disiplin, sumber inspirasi dalam melaksanakan berbagi macam tugas-tugas. Fatwa MUI dikeluarkan guna memberikan petunjuk-petunjuk, salah satunya petunjuk dari undang-undang.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perkembangan hukum di Indonesia, salah satunya dalam industri keuangan syariah di Indonesia. Ada berbagai macam latar belakang dikeluarkannya fatwa. Fatwa bisa dibuat karena amanah perundang-undangan dan bisa pula atas permintaan masyarakat atau untuk menjawab suatu masalah di tengah masayarakat. Jadi, bagaimana metodologi pembuatan fatwa itu sendiri?

 

Ketua MUI Kiyai Maruf Amin mengatakan bahwa Fatwa mengikat kepada umat yang menjadi landasan disiplin, sumber inspirasi dalam melaksanakan berbagi macam tugas-tugas. Fatwa MUI dikeluarkan guna memberikan petunjuk-petunjuk, salah satunya petunjuk dari undang-undang.

 

Misalnya, Fatwa tentang Keuangan Syariah. Fatwa ini adalah petunjuk untuk pembentukan UU Keuangan Ekonomi Syarian. Jadi, yang harus menentukan sesuai dengan syariah itu harus MUI.

 

“Oleh karena itu, secara otomatis fatwa MUI menjadi acuan dan dijadikan sumber untuk peraturan perundang-undangan yang berbasis syariah, di antaranya ekonomi syariah dan keuangan syariah,” kata Maruf, di Hotel Margo Depok, Kamis (27/7).

 

Maruf menjabarkan metodelogi yang dipakai MUI dalam membuat Fatwa. Sebelum fatwa ditetapkan, MUI melakukan kajian komprehensif guna memperoleh deskripsi utuh tentang masalah yang sedang dipantau. Tahapan ini disebut tashawwur al-masalah. Selain kajian, tim juga membuat rumusan masalah, termasuk dampak sosial keagamaan yang ditimbulkan dan titik kritis dari beragam aspek hukum (syariah) yang berhubungan dengan masalah.

 

“Fatwa harus berdasarkan Al-Quran dan Hadist,” kata dia.

 

Namun, jika Hadist dan Alquran tidak ada yang shahih, maka MUI menelusuri kembali dan menelaah pandangan fuqaha (ahli fikih) mujtahid masa lalu, pendapat pada imam mazhab dan ulama, telaah atas fatwa terkait, dan mencari pandangan-pandangan para ahli fikih terkait masalah yang akan difatwakan.

 

(Baca: Fatwa MUI tentang Medsos Selaras dengan UU ITE)

 

Bila pandangan para ulama terdahulu sudah tidak relevan lagi, kata Maruf, maka kita telaah ulang pendapat yang lama. Kemudian, menugaskan anggota Komisi Fatwa atau ahli yang memiliki kompetensi di bidang masalah yang akan difatwakan untuk membuat makalah atau analisis. Jika yang dibahas sangat penting, pembahasan bisa melibatkan beberapa Komisi lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait