Salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Delta Merlin Dunia Textile, tengah mengalami situasi krisis keuangan. Anak usaha Duniatex Group ini tidak bisa membayar bunga obligasi yang jatuh tempo pada 10 Juli 2019. Padahal, Deta Merlin baru 4 bulan lalu menerbitkan obligasi senilai 300 juta dollar AS.
Standard and Poors (S&P) memangkas peringkat obligasi dolar bertenor lima tahun itu dari BB- menjadi CCC- (junk bond). Menurut lembaga pemeringkat global itu, perusahaan tekstil yang berkantor pusat di Solo ini menghadapi masalah likuiditas yang serius.
Selain itu, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat kredit Delta Merlin Dunia Textile dari BB- menjadi B-. Fitch menyoroti tekanan pembiayaan kembali dan risiko likuiditas yang dihadapi perusahaan. Kasus gagal bayar ini juga berisiko membatasi akses perusahaan ke perbankan dan pasar modal. Pelemahan kinerja keuangan perusahaan disebabkan oleh dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang menahan permintaan tekstil.
Posisi gagal bayar utang seperti yang terjadi pada Delta Merlin bisa memicu dua risiko hukum, yakni Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Pailit. Dalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), PKPU dimungkinkan jika mempunyai utang yang sudah jatuh tempo lebih dari satu kreditor. Sementara pailit bisa diajukan jika debitur memiliki dua utang atau lebih yang sudah jatuh tempo.
Pasal 2:
Pasal 222:
|
Kurator senior Ricardo Simanjuntak menilai jika debitur berada dalam masalah keuangan yang berat, jawabannya tidak selalu menuju satu posisi bangkrut. Ada hal yang harus diselidiki seperti mencari tahu penyebab debitur mengalami krisis finansial. Kajian finansial ini, menurut Ricardo, penting dilakukan untuk menganalisa apakah krisis yang dialami debitur bersifat temporer atau permanen.
(Baca: Lakukan Ini Agar Proposal Perdamaian Tak Ditolak Kreditor)
Hasil kajian finanasial tersebut nantinya akan menentukan langkah apa yang harus dilakukan debitur ataupun kreditur dalam menangani persoalan kegagalan pembayaran utang. Jika ternyata permasalahan finansial itu bersifat temporer maka akan membuka kesempatan debitur untuk merestrukturisasi utangnya.