Serikat Buruh Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO 190
Berita

Serikat Buruh Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO 190

Penting bagi pemerintah dan DPR untuk segera meratifikasi konvensi ini dan membuat kebijakan nasional untuk menghentikan pelecehan dan kekerasan yang sering terjadi di dunia kerja.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi demo buruh di Jakarta. Foto: RES
Ilustrasi demo buruh di Jakarta. Foto: RES

Organisasi perburuhan internasional (ILO) telah menerbitkan Konvensi No.190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Konvensi yang diadopsi pada sidang ILO ke-108 di Jenewa, Swiss, 21 Juni 2019 itu memuat berbagai ketentuan antara lain mengakui hak setiap orang atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender (perempuan).

 

Ketua Komisi Kesetaraan KSBSI, Emma Liliefna mengatakan serikat buruh dari berbagai negara telah bekerja keras untuk memperjuangkan lahirnya konvensi ini. Awalnya, terjadi penolakan dari kalangan pemberi kerja dan pemerintah, tapi setelah serikat buruh melakukan lobi akhirnya draft konvensi ini mendapat dukungan dan diadopsi dalam sidang ILO.

 

Setelah konvensi ini terbit, Emma menerangkan langkah selanjutnya mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi konvensi ILO ini. Ada sejumlah kebijakan yang harus diterbitkan negara yang telah meratifikasi konvensi ini, seperti mengadopsi strategi komprehensif guna mencegah dan menghapus kekerasan dan pelecehan; membangun atau memperkuat mekanisme pengakan dan pemantauan; mengatur sanksi; dan memastikan akses ke pemulihan dan dukungan bagi korban.

 

“Konvensi ini mengamanatkan pemerintah untuk melakukan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya penghapusan kekerasan dan pelecehan,” kata Emma dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (29/7/2019). Baca Juga: Serikat Buruh Mendesak Pemerintah untuk Meratifikasi Konvensi ILO 183  

 

Koordinator JALA PRT Lita Anggraini menjelaskan konvensi ini tak sekedar melindungi pekerja di sektor formal, tapi juga informal, pekerja sektor domestik, dan pekerja rumahan. Intinya, perlindungan diberikan terhadap semua orang yang bekerja tanpa memandang status dan sektor mereka, termasuk peserta magang, pelatihan, sukarelawan, pencari kerja, pelamar kerja, dan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

Menurut Lita, perlindungan yang diberikan dalam konvensi ini sangat luas, oleh karenanya istilah yang digunakan bukan penghapusan kekerasan dan pelecehan “di tempat kerja”, tapi “di dunia kerja.” Untuk memberi perlindungan yang optimal dan menyeluruh, Lita mendesak pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 190; Konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga; dan Konvensi ILO No.177 tentang Kerja Rumahan. “Konvensi ILO No.190 ini penting untuk segera diratifikasi dan sejalan dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujarnya mengingatkan.

 

Peneliti Perempuan Mahardhika Vivi Widyawati berpendapat konvensi ILO No.190 menunjukan ada pengakuan dari komunitas internasional bahwa selama ini terjadi kekerasan dan pelecehan berbasis gender dalam dunia kerja. Konvensi ini menyoroti pekerja yang mengalami kekerasan dan pelecehan yang selama ini diabaikan. “Pekerja yang mengalami kekerasan dan pelecehan pasti akan mempengaruhi pekerjaannya,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait