Mimpi tentang ‘Kamus Hukum Lengkap’ dari Markas Babinkumnas
Potret Kamus Hukum Indonesia

Mimpi tentang ‘Kamus Hukum Lengkap’ dari Markas Babinkumnas

Sejarah pembuatan kamus hukum di Indonesia tak bisa dilepaskan dari Badan Pembinaan Hukum Nasional. Ada keinginan besar membuat ‘Kamus Hukum Lengkap’.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Gedung BPHN. Foto: RES
Gedung BPHN. Foto: RES

Teuku Mohammad Radhie (1930-1992) kini telah tiada. Pria asal Aceh itu meninggal dunia pada 1992 silam. Menteri Kehakiman (kala itu) Mochtar Kusumaatmadja berjasa menariknya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ke Badan Pembinaan Hukum Nasional. Di LIPI, Radhie menjadi Kepala Proyek Pengembangan Penelitian Hukum. Dalam buku biografi Mochtar yang disusun Nina Pane, Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-Atmadja (2015), disinggung alasan Mochtar menarik Radhie. Saat memberikan sambutan pelantikan Radhie, Mochtar mengatakan bahwa dalam banyak hal, pemikiran Teuku Radhie sering ‘mengejutkan’. Daya analisisnya demikian tajam sehingga kerapkali ia sudah mengantisipasi apa-apa yang belum terpikirkan oleh orang lain.

 

Semula Mochtar meminta Radhie menduduki jabatan Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Hukum, di bawah Kepala BPHN saat itu, JCT Simorangkir. Jabatan ini memungkinkan Radhie mengembangkan kajian-kajian hukum sebagaimana diamanatkan Mochtar. Begitu diangkat menjadi Kepala BPHN pada Maret 1982, Radhie makin punya kesempatan bekerja keras mewujudkan amanah yang diberikan. Salah satu ‘mimpinya’, adalah menjadikan Badan Pembinaan Hukum Nasional –kala itu disingkat Babinkumnas—semacam law center, mengadopsi model centre de droit di Perancis, atau model institutions di Universitas Bologna.  

 

Babinkumnas menjadi pusat perencanaan dan penggodokan hukum nasional. Segala produk hukum nasional digodok dan dibicarakan di Babinkumnas. Termasuk referensi-referensi hukum. Hingga berubah menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional, badan ini menjadi pusat legislasi nasional.

 

Dalam buku Kumpulan Tulisan Mengenang TM Radhie, yang diedit E. Suherman, Mulyana, dan Sidharta (1993), Mochtar kembali mengungkapkan bahwa Radhie adalah seseorang yang pantas untuk dikenang. Perhatiannya terhadap dunia hukum tidak perlu diragukan lagi. Apatah lagi saat bertugas di BPHN. Maka, tidak mengherankan jika Radhie pernah menulis sebuah ‘mimpi’ lain yang tercatat: Indonesia harus punya ‘Kamus Hukum Lengkap’. Kamus Hukum Lengkap itu kemudian diterjemahkan ke dalam Seri Kamus Hukum.

 

Ini adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah penulisan kamus hukum di Indonesia. Meskipun sebelumnya sudah ada upaya mendokumentasikan istilah-istilah hukum, penulisan kamus hukum secara khusus melalui pembentukan tim patut menjadi bagian penting yang menentukan sejarah.

 

Baca juga:

 

Kamus Prapublikasi

Pada 1980-an BPHN membentuk sebuah tim penyusunan Kamus Hukum Pidana. Konsultannya adalah dua pakar kebahasaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Anton M Moeliono dan Sri Sukesi Adiwimarta. Koordinatornya adalah TM Daud Sah, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga Sekretaris BPHN. Anggotanya dibagi dua kelompok, yaitu kelompok penilai dan kelompok definitor (pembuat definisi—red). Kelompok pertama beranggotakan Prof. A. Karim Nasution dari Kejaksaan, Adi Andojo Soetjipto dari Mahkamah Agung, Budiarti, R. Soegondo Kartanegara, dan dosen Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Lamya Moeljatno. Tim definitor terdiri dari Estiana Hermina, Ny Nayla Widharma, Tadjuddin, Sri Budiarti Hennijoso, dan Letkol Pol Wijaya Tejalaksana. Mereka dibantu oleh Thodos PH Siahaan, Suhariyono AR, dan Pocut Eliza.

 

Hasil tim kerja adalah sebuah ‘Kamus Hukum Pidana’ (Prapublikasi). Disebut prapublikasi karena masih terbatas cakupannya, rumusan-rumusannya berlum bersifat final, serta belum dijadikan rujukan ilmiah. Penerbitan terbatas ini justru dimaksudkan untuk mengundang memberi masukan, atau apa yang disebut Radhie, ‘tergerak untuk menyampaikan pendapat serta koreksi yang diperlukan. Ketika memberikan kata sambutan pada penerbitan September 1985, Radhie –selaku Kepala BPHN,  menyatakan penerbitan Kamus Hukum Pidana itu merupakan suatu usaha permulaan dan masih terbatas bidang cakupannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait