PPATK Imbau Advokat Tidak Khawatir Laporkan TPPU
Utama

PPATK Imbau Advokat Tidak Khawatir Laporkan TPPU

Ada kekhawatiran pelanggaran kode etik advokat saat melaporkan transaksi keuangan mencurigakan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara diskusi “Tanggung Jawab Profesi Advokat Terkait Transaksi Keuangan Mencurigakan” di Jakarta, Rabu (31/7).
Acara diskusi “Tanggung Jawab Profesi Advokat Terkait Transaksi Keuangan Mencurigakan” di Jakarta, Rabu (31/7).

Profesi advokat memiliki tanggung jawab besar dalam penegakan hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU). Advokat merupakan salah satu profesi yang diharuskan melapor kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) apabila menemukan transaksi keuangan mencurigakan saat menjalankan tugasnya. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

 

Meski telah diterbitkan tiga tahun lalu, aturan pelaporan tersebut ternyata masih menimbulkan kekhawatiran profesi advokat. Sejatinya, advokat memiliki kode etik kewajiban menjaga rahasia segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya. Namun, terbitnya PP tersebut mewajibkan advokat melaporkan data klien yang dicurigai memenuhi unsur TPPU. Sehingga, kondisi tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi advokat.

 

Menanggapi kondisi tersebut, Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin menyatakan advokat tidak perlu khawatir mengenai kewajiban melaporkan transaksi keuangan mencurigakan (TKM) yang ditemukan saat menjalankan profesinya. Sebab, kewajiban pelaporan tersebut merupakan bentuk perlindungan terhadap profesi advokat.

 

“Advokat itu profesi mulia dan kami tidak ingin ternoda karena kejahatan pencucian uang. Ini (PP 43/2015) bermaksud melindungi profesi advokat,” jelas Badaruddin dalam acara “Tanggung Jawab Profesi Advokat Terkait Transaksi Keuangan Mencurigakan” di Jakarta, Rabu (31/7).

 

Risiko kriminalisasi advokat dalam kejahatan TPPU ini adalah saat bertindak sebagai pihak lain atau bukan pelaku utama yang terlibat dalam pencucian uang. Pihak ketiga tersebut disebut sebagai gate keeper yang dapat diperankan profesi advokat. Tugasnya profesi tersebut menyembunyikan dan menyamarkan hasil TPPU. Keterlibatan advokat tersebut dapat dikenakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

 

UU 8 Tahun 2010

Pasal 4:

Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

 

Bagi advokat litigasi tidak terdapat kewajiban melaporkan transaksi keuangan mencurigakan. Sebab, dalam PP 43/2015 menyatakan terdapat pengecualian bagi advokat yang bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa dalam rangka memastikan posisi hukum dan penanganan suatu perkara, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait