Harmonisasi Notifikasi Merger di ASEAN, Mungkinkah?
Utama

Harmonisasi Notifikasi Merger di ASEAN, Mungkinkah?

Harmonisasi di tingkat ASEAN tetap bisa dilakukan dengan catatan harus dibuatkan aturan yang betul-betul strict.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Acara The 7th Regional Competition Conference bertajuk ‘Competition Law Trends and Digital Economy’ pada sesi ketiga yang membahas perihal ‘Developments of Merger Control in ASEAN’, Selasa (30/7). Foto: HMQ
Acara The 7th Regional Competition Conference bertajuk ‘Competition Law Trends and Digital Economy’ pada sesi ketiga yang membahas perihal ‘Developments of Merger Control in ASEAN’, Selasa (30/7). Foto: HMQ

Bayangkan bila anda memiliki perusahaan yang beroperasi di lima negara dan secara kebetulan akan melakukan merger dengan perusahaan yang juga beroperasi di lima negara. Bukankah akan sangat merepotkan jika harus melakukan notifikasi dan penyesuaian di kelima negara tersebut? Apalagi masing-masing negara memiliki rezim notifikasi yang berbeda-beda.

 

Sebut saja Indonesia yang menganut mandatory post notifikasi (30 hari setelah close transaction merger) dengan adanya voluntary konsultasi di awal/sebelum transaksi merger dilakukan, Thailand dengan kewajiban notifikasi sebelum dan setelah merger, Singapura yang mangadopsi rezim notifikasi voluntary dengan sangat merekomendasikan notifikasi untuk threshold tertentu dan lainnya. Bukankah sangat merepotkan jika satu transaksi merger harus dinotifikasi ke beberapa negara dengan rezim yang berbeda-beda itu?

 

Partner dari Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Farid Fauzi Nasution, mengakui bila harmonisasi merger filing ini dilakukan secara tersentral di ASEAN jelas akan sangat memudahkan pelaku usaha. Pasalnya, akibat rezim notifikasi yang berbeda-beda ada negara dengan notifikasi post-closing transaksi merger, ada yang pre-closing, di samping itu harus review compliance di seluruh negara yang masuk sebagai objek transaksi, jelas sangat menyulitkan.

 

Manage 5 filing di 5 negara misalnya, itu kan sulit. Akan jauh lebih mudah jika ini semua dilakukan di satu instansi ASEAN,” katanya.

 

Bukan suatu hal yang tak mungkin, European Union (EU) bahkan sudah mengadopsi konsep ini sejak lama. Semua transaksi merger yang melibatkan 30 (tigapuluh) yurisdiksi EU, dinotifikasi hanya oleh satu badan, yakni European Commission (EC). EC inilah yang akan me-review dampak transaksi merger itu di seluruh negara dimana perusahaan itu beroperasi atau mendulang profit.

 

“Sistem ini dilakukan dengan one stop service. Instead of filing di 30 negara EU, cukup di satu instansi EC bisa clear filingnya untuk seluruh EU. Jadi lebih memudahkan. Untuk ASEAN bisa ASEAN secretariat yang handle misalnya,” usulnya.

 

Hanya saja, bila notifikasi dilakukan di tingkat ASEAN yang perlu dipikirkan adalah masalah confidentiality dokumen yang jelas akan di pegang oleh instansi yang nantinya diberi kewenangan. Pastinya, dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk notifikasi dalam transaksi merger adalah dokumen yang sifatnya krusial bagi pelaku usaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait