Respons LBH Jakarta Terkait Instruksi Gubernur DKI Soal Pengendalian Kualitas Udara
Berita

Respons LBH Jakarta Terkait Instruksi Gubernur DKI Soal Pengendalian Kualitas Udara

Poin-poin yang tercantum di dalam Ingub cukup baik, namun persoalan pencemaran udara seharusnya diatur dalam tataran perundang-undangan demi menjamin hak atas kesehatan masyarakat.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi polusi udara. Foto: Dok. HOL/SGP
Ilustrasi polusi udara. Foto: Dok. HOL/SGP

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Instruksi Gubernur No.66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Ingub ini muncul sebagai reaksi Pemprov DKI Jakarta atas buruknya kualitas udara di Ibukota Negara. Bahkan Jakarta tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data dari situs Airvisual.com, kondisi udara dan polusi kota di Jakarta menurut US Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara ada pada angka 189.

 

Beberapa upaya dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi polusi udara di DKI Jakarta. Setidaknya, terdapat tujuh instruksi dari Gubernur DKI Jakarta. Pertama, memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan serta menyelesaikan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko pada tahun 2020.

 

Dalam hal ini, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta diminta untuk mempercepat 10.047 armada bus kecil, sedang, dan besar, melalui integrasi ke dalam Jak Lingko pada tahun 2020, menyiapkan rancangan aturan Peraturan Derah tentang pembatasan usia kendaraan untuk angkutan umum tahun 2019, dan memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan umum mulai tahun pada 2019.

 

Kedua, mendorong partisipasi warga dalam pengendalian kualitas udara melalui perluasan kebijakan ganjil genap sepanjang musim kemarau dan peningkatan tariff parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum massal mulai pada tahun 2019, serta penerapan kebijakan congestion pricing yang dikaitkan pada pengendalian kualitas udara pada tahun 2021.

 

Ketiga, memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi mulai pada tahun 2019 dan memastikan tidak ada kendaraan pribadi berusia lebih dari sepuluh tahun yang dapat beroperasi di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2025. Keempat, mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan pejalan kaki di dua puluh lima ruas jalan protocol, arteri, dan penghubung ke angkutan umum massal pada tahun 2020.

 

Kelima, memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak khususnya pada cerobong industri aktif yang menghasilkan polutan melebihi nilai maksimum baku mutu emisi yang berada di wilayah DKI Jakarta mulai pada tahun 2019.

 

Keenam, mengoptimalisasikan penghijauan pada sarana dan prasarana publik dengan mengadakan tanaman berdaya serap polutan tinggi mulai pada tahun 2019, serta mendorong adopsi prinsip green building oleh seluruh gedung melalui penerapan insentif dan dinsentif.

Tags:

Berita Terkait