Cerita Para Penyusun Kamus Hukum Indonesia
Potret Kamus Hukum Indonesia

Cerita Para Penyusun Kamus Hukum Indonesia

Sejumlah penyusun kamus hukum bercerita pengalaman mereka menyusun kamus. Akur tentang pentingnya kamus hukum daring, sesuai perkembangan.

Oleh:
Muhammad Yasin/Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Abdul Wahid Salayan adalah seorang pengajar pada Sekolah Menengah Kehakiman Atas, sebuah sekolah menengah yang kemudian berubah menjadi Sekolah Hakim dan Djaksa (SHD). Sebagian materi pelajaran yang ia berikan di Padang dan Medan (1954), adalah penjelasan tentang istilah-istilah hukum. Materi itu juga dipublikasikan Salayan dalam majalah Berkala Pembangunan yang dia pimpin. Satu per satu istilah itu dikumpulan menjadi sebuah buku ‘Istilah Hukum dengan Pengertiannya’.

 

Ia tertarik membuat tulisan istilah-istilah itu karena menemukan fakta kesulitan para pemuda Indonesia pada 1960-an memahami pelajaran hukum. “Terasa kesulitan yang dialami pemuda-pemuda kita dalam mempelajari hukum yang berlaku di negara kita,” tulisnya dalam pengantar buku ‘Ensiklopedia Hukum’ yang diterbitkan penerbit Mimbar di Padang, 1964. Ensiklopedia Hukum adalah versi baru dari ‘Istilah Hukum dengan Pengertiannya’.

 

Lantaran hukum itu luas, Salayan menulis istilah-istilah ‘sekadarnya saja’. Dari kamus karya Salayan itu kita, misalnya, dapat memahami arti ‘autarki’ dalam hukum dagang sebagai suatu negara akan menghasilkan sendiri segala sesuatu yang dibutuhkan di dalam negeri, sehingga tidak perlu mendatangkan bahan dari luar negeri. Barangkali, orang zaman now menyebutnya sebagai swasembada.

 

“Dapat dibayangkan bagaimana susahnya bagi mereka mempelajari peraturan Belanda tanpa menguasai bahasanya,” tulis Salayan lebih lanjut. Tiga jilid (A, B, C) kamus hukum karya Salayan ini tercatat dalam buku Bibliografi Hukum Indonesia yang disusun Eddy Damian dan Robert N. Hornick terbitan Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Dari buku-buku bibliografi juga dapat ditelusuri keberadaan kamus-kamus lain yang ditulis akademisi seperti ‘Kamus Hukum Dagang yang ditulis M. Isa Arief (1955), ‘Dinas Istilah Hukum Asing-Indonesia’ yang diterbitkan Dinas Penerbitan Balai Pustaka (1958), dan ‘Kamus istilah Hukum Indonesia’ karya S. Surjountoro (1975). Kamus-kamus ini sudah langka dan tidak mudah untuk menemukannya.

 

Penulisan kamus oleh Abdul Wahid Salayan hanya salah satu cerita yang layak diungkap kembali. Sebab, latar penulisan kamus baik oleh akademisi maupun praktisi hukum cukup berwarna. Beberapa orang penyusun kamus yang berhasil diwawancarai hukumonline menceritakan latar belakang penulisan.

 

Baca juga:

 

Yudha Pandu, penyusun Kamus Hukum, bercerita istilah-istilah yang dikumpulkan dalam kamus yang diterbitkan Indonesia Legal Center Publishing (2006) berasal dari materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat. Satu per satu istilah dikumpulkan, dicarikan maknanya dalam perundang-undangan dan kamus hukum, lalu dihimpun menjadi sebuah buku.

Tags:

Berita Terkait