Empat Hal Ini Perkuat Pondasi Ketahanan Siber
Utama

Empat Hal Ini Perkuat Pondasi Ketahanan Siber

Menurut Edmon, isu krusial dalam RUU Keamanan dan Ketahanan Siber adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan negara untuk mengenali serangan/ancaman siber dan menangkal/memulihkan kondisinya seperti semula.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian, Bambang Soesatyo, Edmon Makarim dalam Diskusi Publik dan Simposium Nasional RUU Keamanan dan Ketahanan Siber di Jakarta, Senin (12/8). Foto: RFQ
Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian, Bambang Soesatyo, Edmon Makarim dalam Diskusi Publik dan Simposium Nasional RUU Keamanan dan Ketahanan Siber di Jakarta, Senin (12/8). Foto: RFQ

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) resmi menjadi usul inisiatif DPR sejak awal Juli lalu. Meski masih menunggu pemerintah menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM), RUU KKS ini diyakini sebagai upaya pembentuk UU untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan negara dari berbagai ancaman/serangan siber baik dari dalam maupun luar negeri.

 

“Karenanya, pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang. Sambil menunggu DIM dari pemerintah, proses kelahiran RUU KKS ini bisa mengakselerasi kematangan ekosistem keamanan dan ketahanan siber nasional,” ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam Diskusi Publik dan Simposium Nasional RUU Keamanan dan Ketahanan Siber di Jakarta, Senin (12/8/2019). Baca Juga: Begini Pengaturan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

 

Seperti diketahui, RUU KKS merupakan usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Berdasarkan draf terakhir, RUU KKS terdiri dari 77 pasal dan 13 Bab yang kemudian disahkan menjadi usul inisiatif DPR melalui rapat paripurna DPR pada 4 Juli lalu.

 

Bambang menegaskan inisiatif penyusunan RUU KKS upaya menguatkan pondasi keamanan dan ketahanan siber Indonesia agar mampu menghadapi berbagai ancaman/serangan multidimensi baik ancaman/serangan dari dalam negeri maupun luar negeri. Jika RUU ini disahkan, diharapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintah di bidang keamanan dan ketahanan siber dapat diselaraskan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

 

Dia mengatakan pemerintah tetap dapat menjalankan diplomasi siber dalam upaya memajukan kepentingan Indonesia, kemandirian inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemajuan perekonomian nasional di kancah internasional. “Kerja sama dengan banyak negara lain sangat diperlukan karena pelaku serangan siber sering dilakukan dalam lintas negara. Melalui kerja sama dengan banyak negara dapat membantu mencari pelaku teror melalui siber,” kata Bambang.

 

Menurut mantan Ketua Komisi III DPR ini penguatan pondasi keamanan dan ketahanan siber meliputi empat hal. Pertama, segala kerentanan ancaman siber harus dapat dideteksi dan identifikasi sedini mungkin. Kedua, segala aset penting bagi kepentingan hidup orang banyak harus dapat dilindungi. “Atau dibentengi kemungkinan adanya sabotase, serangan, atau aneka upaya lain untuk menghancurkan atau merusaknya,” lanjutnya.

 

Ketiga, segala sabotase, serangan, ataupun upaya lain yang berakibat kerusakan, kehilangan, atau kehancuran harus dapat ditanggulangi secepatnya. Sedangkan sabotase yang telah berlangsung, harus dapat dipulihkan secepatnya. Keempat, segala komponen dalam penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber mulai manusia hingga perangkat nonteknis harus dapat dipantau dan dikendalikan agar kerentanan tidak semakin membesar.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait