Jika Tak Direvisi, Koalisi Bakal ‘Gugat’ PP OSS ke MA
Berita

Jika Tak Direvisi, Koalisi Bakal ‘Gugat’ PP OSS ke MA

Karena PP OSS ini dinilai mengabaikan dampak lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat sekitar.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kemudahan berusaha. Ilustrator: BAS
Ilustrasi kemudahan berusaha. Ilustrator: BAS

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendorong kemudahan berusaha di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan menerbitkan PP No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Sistem Submission (OSS). Banyak pihak yang mengkritik keberadaan PP OSS, mulai dari lembaga pemerintahan, kalangan pengusaha, dan organisasi masyarakat sipil.

 

Koalisi yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Tolak Perizinan Ngawur mendesak pemerintah untuk segera merevisi PP yang diterbitkan 21 Juni 2018 itu, terutama perizinan yang berpotensi merusak lingkungan hidup. Deputi Direktur Bidang Pengembangan Program ICEL, Raynaldo G Sembiring menilai PP No.24 Tahun 2018 melampaui konstitusi dan berbagai peraturan dibawahnya karena izin berusaha bisa diterbitkan lebih dulu tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.

 

Raynaldo mengingatkan Pasal 33 ayat (4) UUD Tahun 1945 mengamanatkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sejumlah ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menegaskan izin lingkungan merupakan syarat mendapat izin usaha dan/atau kegiatan.

 

“Ada ancaman pidana bagi pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan. Tapi dalam PP No.24 Tahun 2014 ini izin lingkungan (amdal, red) dikesampingkan,” kata Raynaldo dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (12/8/2019). Baca Juga: PP OSS Dinilai Lemahkan Posisi Wajib Amdal

 

Menurut Raynaldo, OSS akan menerbitkan izin usaha berdasarkan komitmen pelaku usaha dan menerbitkan izin lingkungan berdasarkan komitmen. Pelaku usaha diberi waktu paling lama 30 hari untuk menyusun dokumen amdal terhitung sejak OSS menerbitkan izin lingkungan. Bagi Raynaldo, ketentuan dalam PP No.24 Tahun 2018 itu tidak sesuai dengan UU No.32 Tahun 2009.

 

Dia menerangkan ketika sudah mengantongi izin usaha, tindakan yang dilakukan pelaku usaha biasanya menyingkirkan masyarakat yang berada di daerah konsesinya itu dan melakukan kegiatan produksi. Menurutnya, hal ini akan menimbulkan persoalan, antara lain konflik dengan masyarakat dan resiko lingkungan hidup. “Salah satu masalah OSS yaitu izin usaha diterbitkan terlebih dulu, amdalnya belakangan,” ungkap Raynaldo.

 

Ketika dokumen amdal menyatakan ada dampak buruk terhadap lingkungan, dia yakin izin itu tidak dibatalkan dan terus berjalan. Pemerintah seharusnya sadar banyak daerah di Indonesia yang rawan bencana. Sebab, salah satu fungsi amdal untuk melihat adanya resiko terhadap (kerusakan) lingkungan. Jika hal ini tidak diperhatikan, Raynaldo khawatir resiko yang muncul berdampak buruk terhadap keselamatan masyarakat di sekitar lokasi usaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait