Problem Integritas Hakim, Pekerjaan Rumah MA yang Belum Selesai
Berita

Problem Integritas Hakim, Pekerjaan Rumah MA yang Belum Selesai

Proses rekrutmen maupun pengisian jabatan hakim, masih ditemukan sejumlah hakim yang secara rekam jejak mendapat perhatian.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Upaya pembaharuan di tubuh Mahkamah Agung (MA) terus dilakukan. Sejak pertama kali dimulai, tercatat banyak hal telah dilakukan oleh lembaga kehakiman itu untuk terus memperbaiki diri dari hari ke hari. Secara umum, reformasi di lingkup kelembagaan sudah menunjukkan hasil. Salah satunya melalui keterbukaan informasi lewat intrumen salinan putusan pengadilan yang mudah diakses siapa saja. 

 

Namun bukan berarti pekerjaan rumah sudah selesai. Dari sisi aparatur di pengadilan, MA masih membutuhkan waktu. Tidak hanya untuk bekerja lebih keras, tapi juga untuk menjawab pertanyaan publik terkait dampak reformasi kelembagaan MA terhadap integritas aparatur di pengadilan. 

 

Hal ini menjadi concern berbagai pihak, terutama jika melihat sejumlah hakim di lingkungan MA yang masih terjerat kasus hukum terutama terkait korupsi di lembaga peradilan. Wakil Ketua Komisi Yudial (KY), Sukma Violetta, menyebutkan kesimpulan KY terkait hasil reformasi kelembagaan di MA masih menyoroti persoalan terkait integritas hakim. 

 

“Data yang ada di KY agak berbeda kesimpulannya terutama terkait integritas hakim,” ujar Sukma dalam sebuah diskusi, Kamis (15/8), di Jakarta. 

 

Data KY menyebutkan, sejak 2011 hingga 2019, setidaknya terdapat 20 orang hakim yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus di pengadilan. Menurut Sukma, angka ini paling tinggi jika dibandingkan dengan jumlah aparat penegak hukum pada lembaga-lembaga penegakan hukum yang lain.

 

Untuk itu, Sukma menyampaikan keprihatinannya melihat sejumlah persoalan yang menimpa MA. KY masih menemukan sejumlah hakim yang secara kapasitas memiliki track record yang baik, namun sari sisi integritas ternyata banyak menyisakan catatan. “Membuat kita terbelah juga memandang (hasil reformasi) Mahkamah Agung,” ungkap Sukma.

 

Di tempat yang sama, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menyetujui sejumlah hal yang disampaikan Sukma. Menurut Tama, beberapa isu yang pada awalnya dikira menjadi penyebab timbulnya persoalan integritas hakim seperti remunerasi ternyata tidak terlalu tepat menjadi diagnosis. 

Tags:

Berita Terkait