Sejarah Pidato Tahunan, Nota Keuangan, dan Kenegaraan di Indonesia
Berita

Sejarah Pidato Tahunan, Nota Keuangan, dan Kenegaraan di Indonesia

Sidang tahunan merupakan tradisi baru yang dilaksanakan di Indonesia sejak 2015 lalu.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko Widodo. Foto: RES
Presiden Joko Widodo. Foto: RES

Jelang perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia atau tepatnya sehari sebelum 17 Agustus, Presiden Republik Indonesia menyampaikan tiga jenis pidato dalam sidang Tahunan MPR. Tiga pidato itu adalah Pidato Kenegaraan, Pidato Nota Keuangan dan RAPBN, dan Pidato Sidang Tahunan.

 

Namun tahukah bahwa tiga pidato itu memiliki sejarah dan tujuan tersendiri pula. Pidato Kenegaraan berisi tentang hari kemerdekaan, pidato nota keuangan dan RAPBN terkait RUU APBN untuk tahun mendatang, sedangkan pidato sidang adalah pidato yang berisi laporan dan capaian-capaian pemerintah selama satu tahun berjalan.

 

Menurut Dosen Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera (STIH Jentera), Bivitri Susanti, terhitung sejak tahun 2015, ada 3 pidato yang disampaikan oleh Presiden dalam Sidang Tahunan MPR. Sebelum 2015, hanya ada 2 pidato, yaitu Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan dan RAPBN. Pidato Sidang Tahunan ini mengenai Kinerja Lembaga-Lembaga Negara dan masuk ke Tata Tertib MPR No. 1/2014 dan menjadi Konvensi Ketatanegaraan.

 

Sejarah pidato kenegaraan presiden untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ini dimulai sejak era Orde Lama. Di era ini, presiden setiap 17 Agustus mempunyai kebiasaan untuk berpidato dalam suatu rapat umum yang mempunyai kualifikasi tertentu seperti Rapat Raksasa, Rapat Samodra dan lainnya. Tetapi sejak masa pemerintahan Soeharto (1967) berubah menjadi 16 Agustus. Dan kemudian diikuti dengan kebiasaan mengenai Nota Keuangan dan RAPBN yang dimulai sejak 1968.

 

Dulu, Indonesia mengenal Sidang Tahunan MPR yang sudah dilakukan sejak 1999, tetapi sejak MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi sehingga tidak ada pertanggungjawaban kepada MPR, maka Sidang Tahunan MPR tidak ada lagi dilakukan sejak 2005 (setelah amandemen, ada pidato penutup Amien Rais mengenai ini pada 2004).

 

“Memang tiga-tiganya beda (pidato), pada dasarnya yang paling pagi itu pidato laporan lembaga Negara intinya benar-benar laporan dari lembaga-lembaga negara termasuk MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY dsb. Sebenarnya Pidato Sidang Tahunan itu konsesi ketatanegaraan yang relatif baru dimulai tahun 2015 dan ketetuannya ditetapkan dalam TAP MPR/Tata Tertib MPR,” kata Bivitri kepada hukumonline, Jumat (16/8).

 

Hukumonline.com

 

Lalu apa yang menjadi dasar laporan yang dibacakan oleh Presiden dalam tiga jenis pidato? Jawabannya Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Rakyat memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait