Masih Ada Aturan yang Bisa Dioptimalkan untuk Melindungi Data Pribadi
Utama

Masih Ada Aturan yang Bisa Dioptimalkan untuk Melindungi Data Pribadi

Meski RUU Perlindungan Data Pribadi belum disetujui menjadi undang-undang, bukan berarti ada kekosongan hukum soal perlindungan data pribadi.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam Seminar Nasional Urgensi Perlindungan Data Pribadi Di Era Komunikasi Digital, Senin (19/8), di Jakarta. Foto: HMQ
Para pembicara dalam Seminar Nasional Urgensi Perlindungan Data Pribadi Di Era Komunikasi Digital, Senin (19/8), di Jakarta. Foto: HMQ

“Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak. Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan! Hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi,”. Begitulah cuplikan pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam Sidang Tahunan MPR 2019 akhir pekan lalu.

 

Presiden juga meminta agar DPR segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Pasalnya, diketahui data pribadi masyarakat Indonesia yang begitu kaya, kini tak dikuasai oleh masyarakat sebagai pemilik data. Itulah mengapa ‘kedaulatan data’ menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan.

 

Bahkan, Uni Eropa telah memikirkan konsep dasar perlindungan data pribadi sejak kisaran tahun 1960/1970-an silam. Kekhawatiran yang saat itu ditumpahkan melalui pengaturan dalam GDPR adalah soal abuse of data (penyalahgunaan data) dan pertukaran data antar negara.

 

Indonesia, kini semakin dihadapkan pada persoalan yang dipikirkan bangsa Eropa sejak beberapa tahun silam seiring pesatnya perkembangan teknologi dan transfer data. Ketua Masyarakat Telematika Indonesia, Kristiono, bahkan mengakui perkembangan teknologi saat ini bahkan kerap membuat publik tak sadar bahwa datanya telah dieksploitasi.

 

Ia mencontohkan begitu banyak aplikasi yang dirancang untuk menguasai dan mencuri data pribadi. Bahkan untuk data atau rekam medis yang merupakan data pribadi yang sangat sensitif, ia mengungkapkan banyak sekali terjadi kebocoran data.

 

Masalahnya, data itu dikapitalisasi dengan harga yang tinggi dan menyangkut lebih banyak orang. Apalagi transfer data di Indonesia tak hanya bicara eksploitasi data lokal, tapi juga eksploitasi data lokal oleh oknum manca negara. “Akan lebih secure kalau ada UU yang bisa protect itu,” ujarnya dalam acara Seminar Nasional Urgensi Perlindungan Data Pribadi Di Era Komunikasi Digital, Senin (19/8), di Jakarta.

 

Bukannya tidak dilindungi, sebetulnya selama ini perlindungan atas data pribadi telah dimuat secara parsial dalam berbagai aturan. Misalnya, UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) beserta dua aturan pelaksananya.

Tags:

Berita Terkait