Catatan Walhi Soal Inpres Pemberian Izin Baru Hutan Primer dan Lahan Gambut
Berita

Catatan Walhi Soal Inpres Pemberian Izin Baru Hutan Primer dan Lahan Gambut

Masih terdapat celah dalam Inpres sehingga risiko kerusakan hutan dan lahan gambut masih terjadi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: Dok. HOL/SGP
Foto: Dok. HOL/SGP

Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Instruksi tersebut melarang pemberian izin baru bagi kegiatan usaha di kawasan hutan alam primer dan lahan gambut sehingga diharapkan dapat memberi perlindungan dan pembenahan tata kelola hutan dan lahan gambut.

 

Meski demikian, inpres tersebut dianggap masih belum cukup dan terdapat celah sehingga tidak terpenuhinya target dari aturan tersebut.Salah satu lembaga nirlaba yang fokus terhadap kelestarian lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia memiliki beberapa catatan dari isi inpres tersebut.

 

Pertama, meski penghentian izin baru di hutan primer dan lahan gambut tersebut bersifat permanen, namun Peta Indikatif Penghentian Pemberian lzin Baru (PIPPIB) pada kawasan hutan tidak bersifat permanen.

 

Peta indikatif tersebut masih bisa direvisi setiap 6 (enam) bulan sekali oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait. Hal ini dianggap kontradiktif karena proses revisi PIPIB juga tidak melibatkan peran serta masyarakat dan masyarakat sipil dalam penentuan peta indikatif tersebut.

 

Kepala Departemen Studi, Advokasi dan Hukum Lingkungan Walhi, Zenzi Suhadi, menyampaikan dalam banyak kasus celah tersebut justru menjadi peluang bagi berkurangnya luasan kawasan hutan yang masuk dalam peta indikatif, sebagaimana pengalaman selama hampir delapan tahun pelaksanaan Inpres moratorium.

 

Dia menjelaskan dalam PIPPIB Juni 2011 sebesar 69.1 juta hektare turun menjadi 66,1  juta hektare pada PIPPIB terakhir, berkurang tiga juta hektar. Penghentian izin secara permanen harusnya diikuti dengan peta indikatif yang juga permanen.

 

Zenzi juga menyarankan agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan percepatan konsolidasi PIPPIB ke dalam revisi peta tata ruang wilayah sebagai bagian pembenahan tata kelola penggunaan lahan melalui kerja sama dengan gubernur dan bupati/wali kota.

Tags:

Berita Terkait