Perlindungan Hukum Pekerja Migran Masih Perlu Perbaikan
Berita

Perlindungan Hukum Pekerja Migran Masih Perlu Perbaikan

Berbagai permasalahan dalam proses keberangkatan khususnya sektor informal menyebabkan keamanan dan keselamatan PMI di luar negeri menjadi lemah.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Direktur Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Kamapradipta Isnomo. Foto: MJR
Direktur Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Kamapradipta Isnomo. Foto: MJR

Permasalahan pekerja luar negeri atau migran di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang terus menyita perhatian publik. Kekerasan tenaga kerja Indonesia (TKI), pekerja migran ilegal hingga persoalan administrasi mengindikasikan masih terdapat kelemahan dalam perlindungan dan tata kelola pekerja migran.

 

Payung hukum perlindungan pekerja migran diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). UU tersebut merupakan penguatan dari aturan sebelumnya, UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

 

UU PMI  menekankan peran lebih besar kepada pemerintah dalam penempatan dan perlindungan pekerja migran. Pemerintah bertanggung jawab dalam penentuan pekerja migran mulai dari proses sebelum, masa kerja dan setelah bekerja. Sedangkan pihak swasta hanya diberi peran dalam pelaksanaan penempatan PMI.

 

Selain itu, terdapat juga Peraturan Menlu Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan WNI di Luar Negeri. Kemudian, UU berkaitan dengan PMI terdapat juga Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. PMI juga berhak mendapatkan jaminan sosial berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia.

 

Perlindungan ini juga mendapat perhatian negara-negara lain yang merupakan pengirim dan penerima PMI termasuk Indonesia. Memang terdapat negara lain menolak konsensus ini seperti Amerika Serikat, namun sebagian besar negara-negara dalam anggota PBB mendukung kesepakatan global mengenai perlindungan PMK.

 

Konsensus Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration (GCM) yang telah disahkan pada Intergovernmental Conference di Marrakesh, Maroko pada 10-11 Desember 2018. Konsensus ini diterima secara formal oleh Sidang Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pada 19 Desember 2018 melalui resolusi nomor A/RES/73/195.

 

Setelah pengesahan tersebut, negara-negara penyepakat GCM menindaklanjuti dalam bentuk penyusunan aturan.  Terdapat 23 objek GCM yang harus dicapai masing-masing negara. Semua objek tersebut diimplementasikan di tingkat global, regional, nasional dan daerah.  GCM dibentuk dengan berbagai guiding principles, yaitu:

Tags:

Berita Terkait