Masukan PSHK Terkait Pembentukan Badan Regulasi Nasional
Berita

Masukan PSHK Terkait Pembentukan Badan Regulasi Nasional

Niat dari keberadaan lembaga ini sendiri harus berangkat dari keinginan untuk menyelesaikan berbagai hambatan peraturan perundang-undangan di level eksekutif.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik (kiri), Praktisi hukum Ahmad Fikri Assegaf (tengah) dan Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi (kanan), dalam diskusi dengan topik Roadmap  Menuju Pembentukan Badan Tunggal Regulasi, Selasa (27/8). Foto: DAN
Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik (kiri), Praktisi hukum Ahmad Fikri Assegaf (tengah) dan Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi (kanan), dalam diskusi dengan topik Roadmap Menuju Pembentukan Badan Tunggal Regulasi, Selasa (27/8). Foto: DAN

Rencana pembentukan lembaga yang fokus mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di tingkat pemerintah terus bergulir. Sejak kampanye pada Pemilu 2019, Presiden Joko Widodo terus mengusung gagasan ini. Untuk merealisasikan ini, banyak hal yang perlu dipersiapkan. Selain lembaga baru, bagaimana desain kelembagaan yang dipilih dan bagaimana peran lembaga tersebut untuk menjawab berbagai permasalahan perundang-undangan.

 

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) memandang bahwa lembaga baru ini seharusnya terdiri dari gabungan berbagai fungsi terkait dengan pengaturan perundang-undangan yang selama ini tersebar di berbagai kementerian/lembaga. Dengan kata lain, lembaga ini nantinya akan bertugas untuk memperkuat pelaksanaan kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh presiden.

 

Niat dari keberadaan lembaga ini sendiri harus berangkat dari keinginan untuk menyelesaikan berbagai hambatan peraturan perundang-undangan di level eksekutif. “Gagasan tentang lembaga ini merupakan jalan paling strategis untuk mengatasi permasalahan perundang-undangan yang dihadapi pemerintah,” ujar Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi, kepada hukumonline dalam diskusi dengan topik Roadmap Menuju Pembentukan Badan Tunggal Regulasi, Selasa (27/8).

 

Jika ada kekhawatiran yang muncul terkait adanya pos anggaran baru yang harus dialokasikan karena adanya lembaga baru, Fajri menekankan tentang pentingnya dampak dari lembaga tersebut ketimbang diskusi dihabiskan dengan wacana anggaran. Menurut Fajri, reposisi berbagai fungsi yang selama ini tersebar di sejumlah kementerian/lembaga akan memberikan dampak berupa penguatan terhadap fungsi-fungsi tersebut.

 

“Jadi kalau ada kekhawatiran terkait penggunaan anggara baru memang harusnya tidak mengarah ke sanah tapi dampak perubahannya akan lebih stategis,” ujarnya.

 

Fajri menilai keberadaan lembaga ini harus diperkuat. Salah satunya adalah dengan adanya peraturan perundang-undangan yang memayungi secara kelembagaan. Jalan yang ditawarkan PSHK berupa revisi terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan begitu, salah satu muatan revisi UU ini adalah memasukkan payung hukum terkait pembentukan lembaga terkait. 

 

Fajri mengakui nomenklatur lembaga ini belum disepakati. Bisa berupa Pusat Legislasi Nasional, bisa juga berupa Badan Regulasi Nasional (BRN). Ia menilai, jika pusat legislasi terlalu luas karena nantinya akan juga mencakup Undang-Undang, makan nomenklatur yang mungkin lebih relevan adalah badan regulasi sehingga ruang lingkupnya hanya sebatas regulasi di lingkungan eksekutif. 

Tags:

Berita Terkait