Pentingnya RUU Kekerasan Seksual untuk Segera Disahkan
Berita

Pentingnya RUU Kekerasan Seksual untuk Segera Disahkan

Karena jika RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak disahkan akan membuka peluang lebih lebar bagi korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR segera membahas dan mengesahkan RUU PKS. Sebab, RUU ini penting bagi perlindungan kaum perempuan yang selama ini kerap menjadi korban.

 

Koordinator Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) Ratna Batara Munti, menilai berlarutnya pembahasan RUU PKS menunjukan kekerasan terhadap perempuan tidak dianggap sebagai persoalan penting. Padahal perlu diingat, Indonesia sudah meratifikasi konvensi Cedaw atau kesepakatan internasional untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Ratifikasi itu tertuang dalam UU No.7 Tahun 1984.

 

Sebagai negara anggota yang meratifikasi Cedaw, Ratna menyebut pemerintah Indonesia wajib membuat peraturan yang intinya menghapus stigma dan diskriminasi terhadap perempuan. Selain itu dibutuhkan regulasi yang memberikan perlindungan terhadap perempuan. Sayangnya, sampai sekarang pemerintah dan DPR terlihat belum memiliki kemauan untuk melaksanakan mandat tersebut.

 

Faktanya, RUU PKS yang harusnya bisa dibahas DPR dan Pemerintah sejak 2017 tapi sampai sekarang berlarut dan tak kunjung tuntas. “Mereka enggan, tidak ada kemauan mengesahkan RUU PKS,” kata Ratna dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Selasa (27/8/2019). Baca Juga: Delik dalam RUU PKS Harus Mengacu RKUHP

 

Ratna mengusulkan dalam waktu yang sempit ini pemerintah dan DPR segera membentuk tim perumus, sehingga isu yang dimasukan dalam RUU PKS lebih fokus dan tidak melebar. Kemudian tim perumus dan panja RUU PKS segera menyelesaikan sejumlah isu yang masih menjadi persoalan. Menurut Ratna setidaknya ada 5 hal yang perlu disepakati pemerintah dan DPR. Pertama, mengenai judul RUU. Kedua, sistematika. Ketiga, jenis tindak pidana kekerasan seksual. Keempat, hak-hak korban. Kelima, hukum acara.

 

Setelah menyepakati sejumlah hal tersebut, Ratna juga mengusulkan agar pembahasan segera masuk dalam pendapat mini fraksi. Selanjutnya masuk sidang pleno terakhir sekitar September 2019. Ratna mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal pembahasan dan pengesahan RUU PKS ini. “Jangan sampai RUU PKS yang disahkan nanti sifatnya hanya pencegahan saja,” ujarnya.

 

Dia mengatakan RUU PKS penting untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap kekerasan seksual. Selama ini kekerasan seksual dianggap selalu menggunakan alat kelamin, dan dorongan birahi, padahal tak melulu begitu. Dalam RUU PKS Ratna mengusulkan sanksi yang diberikan harus manusiawi dan dapat mengubah perilaku.

Tags:

Berita Terkait