Pemerintah Cermati Isu Fleksibilitas di Bidang Ketenagakerjaan
Utama

Pemerintah Cermati Isu Fleksibilitas di Bidang Ketenagakerjaan

Perkembangan sektor ketenagakerjaan saat ini mengarah pada fleksibilitas, antara lain mengenai tempat kerja, jam kerja, dan keberlanjutan kerja. Tapi kalaupun menjadi fleksibel, sektor ketenagakerjaan tetap harus fokus mengatur perlindungan dan kesejahteraan pekerjanya.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Cermati Isu Fleksibilitas di Bidang Ketenagakerjaan
Hukumonline

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mempengaruhi hubungan industrial dan arah hukum ketenagakerjaan Indonesia di masa mendatang, sehingga mempengaruhi pola  hubungan kerja. Karena itu, pemanfaatan teknologi akan banyak menggeser tenaga kerja manusia. Karena itu, hukum ketenagakerjaan mesti beradaptasi menyongsong perubahan yang terjadi.

 

Direktur Jenderal PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang mengatakan perkembangan teknologi dan informasi mempengaruhi sektor ketenagkaerjaan. Pemanfaatan teknologi di sejumlah industri berdampak pada pengurangan penggunaan tenaga kerja. Penurunan jumlah tenaga kerja ini tidak hanya berdimensi ekonomi, tapi juga sosial. Tapi perkembangan teknologi dan informasi ini tidak sekedar menghapus sebagian pekerjaan, tapi juga melahirkan jenis pekerjaan baru.

 

Haiyani berpendapat perkembangan teknologi sekaligus memunculkan model kerja baru yang lebih fleksibel seperti pekerjaan yang tidak dibatasi oleh jam kerja dan pengerjaannya tidak selalu di tempat kerja, tapi bisa dimana saja termasuk di tempat tinggal pekerja. Pemerintah mencermati dan mendalami perkembangan isu fleksibilitas di sektor ketenagakerjaan. Misalnya, keterkaitan antara penerapan teknologi dengan pengurangan jumlah tenaga kerja.

 

“Ini harus dipahami betul, pemerintah berhati-hati menangani isu ini. Apakah benar karena penerapan teknologi, perusahaan yang tidak mampu lagi menjalankan industrinya?” kata Haiyani dalam seminar yang diselenggarakan Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia(HKHKI) di Jakarta, Kamis (29/8/2019). Baca Juga: HKHKI Siap Bantu Pemangku Kepentingan Benahi Ketenagakerjaan

 

Dia melihat perkembangan saat ini ada sebagian angkatan kerja generasi milenial yang tidak suka terlalu lama bekerja di satu bidang tertentu. Mereka lebih memilih untuk bekerja secara fleksibel, tidak terikat jam kerja. Hal serupa juga muncul dari kalangan industry, misalnya sektor jasa dan retail, mereka mengusulkan agar jam kerja tidak dipatok 8 jam sehari karena pada hari kerja usaha ritel seperti mal relatif sepi pengunjung. Tapi di saat akhir pekan jumlah pengunjung meningkat dan jam kerja yang dibutuhkan lebih dari 8 jam sehari.

 

Hal ini juga ditemui dalam industri berbasis aplikasi, seperti transportasi daring. Haiyani melihat industri ini memilih untuk menggunakan mekanisme “kemitraan,” bukan hubungan kerja yang upahnya dibayar setiap bulan. Pengemudi transportasi daring juga banyak yang menjadikan pekerjaan ini sebagai sampingan, bukan pekerjaan utama. “Ada juga pengemudi transportasi daring yang sudah mempunyai hubungan kerja dengan lebih dari satu pemberi kerja (pengusaha,-red). Tapi mereka bekerja sampingan dengan menjadi pengemudi transportasi daring, bagaimana regulasi mengatur ini?”

 

Diakuinya, pemerintah berperan penting mengatur pola hubungan kerja yang terus berkembang saat ini. Pemerintah berkepentingan menyediakan lapangan kerja yang mudah diakses bagi setiap orang. Tentu saja, harus ada perlindungan/keamanan bagi pekerja, terutama bagaimana menjaga kepastian kerja. “Yang penting itu bagaimana job security,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait