Rekomendasi KNHTN ke-6 untuk Presiden, Salah Satunya Terkait Syarat Menteri
Utama

Rekomendasi KNHTN ke-6 untuk Presiden, Salah Satunya Terkait Syarat Menteri

Khusus keberadaan menteri koordinator, Konferensi memandang perlu ditinjau kembali efektifitasnya. Secara konstitusional, tidak ada keharusan bagi presiden untuk tetap mempertahakan kementerian koordinator.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Pembacaan rekomendasi Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-6 , di Jakarta, Rabu (4/9). Foto: DAN
Pembacaan rekomendasi Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-6 , di Jakarta, Rabu (4/9). Foto: DAN

Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-6 yang diselenggarakan di Jakarta baru saja usai. Konferensi yang menghadirkan ratusan akademisi, pengajar hukum tata negara, dan sejumlah Pakar dibidang Hukum Tata Negara dari berbagai universitas di tanah air ini mengangkat tema yang sedang hangat dalam konstalasi ketatanegaraan Indonesia, Memperkuat Kabinet Presidensial Efektif.

 

Di ujung penyelenggaraan Konferensi, dibacakan sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan kepada presiden mengenai desain, postur, dan proses pembentukan kabinet yang sesuai dengan sistem presidensial berdasarkan UUD Negara Republik Indoensia. Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara–Hukum Administrasi Negara, Mahfud MD, menyampaikan kehkawatirannya dalam penataan kabinet ke depan justru sesuai dengan semangat sistem Presidensil.

 

“Kita khawatir nanti pembentukannya (kabinet) tidak sesuai dengan jiwa dan semangat sistem presidensial,” ujar Mahfud MD dalam jumpa pers sesaat setelah penutupan konferensi berlangsung, Rabu (5/9), di Jakarta.

 

Untuk diketahui, kerangka konstitusional mengenai kabinet terletak pada Pasal 17 UUD 1945, yang kemudian diatur dalam Undang-Undang No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 17 UUD 1945 mengatur, Presiden dibantu oleh Menteri-menteri negara, di mana menteri-menteri tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Setiap menteri membidani urusan tertentu dalam pemerintahan. Sementara terkait pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

 

Saat membacaan rekomendasi hasil konferensi, Ketua Panita yang juga pengajar HTN dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyebutkan konstitusi secara jelas mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian menteri sepenuhnya ada di bawah kekuasaan presiden tanpa harus meminta persetujuan atau bahkan hanya sekadar konfirmasi kepada lembaga perwakilan.

 

Sementara perubahan atau pembubaran kementerian, Presiden diharuskan untuk meminta pertimbangankepada DPR sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Namun masih terdapat banyak persoalan ketatanegaraan yang memerlukan kajian lebih lanjut.

 

“Soal penentuan kabinet dan penyelenggaraan tidak akan lepas dari sistem pemerintahan, pemilihan umum (Pemilu), partai politik, dan kerangka hukum serta praktik dalam penyelenggaraan negara dan administrasi negara secara umum,” ujar Bivitri.

Tags:

Berita Terkait