Peradi Bakal Beri Masukan Soal Pasal Contempt of Court
Berita

Peradi Bakal Beri Masukan Soal Pasal Contempt of Court

Peradi mengusulkan tidak perlu ada aturan pidana contempt of court dalam RKUHP ataupun UU tersendiri. Sebab, dalam UU Advokat sudah diatur fungsi pengawasan yang dilakukan Dewan Kehormatan dan memiliki kode etik sendiri.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: Sgp
Gedung DPR. Foto: Sgp

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan bakal segera mengirimi surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pembahasan RKUHP yang kabarnya akan disahkan pada 24 September 2019. Soalnya, ada pasal dalam RKUHP yang dinilai merugikan kalangan advokat ketika menjalankan profesinya dalam menangani perkara di pengadilan yakni ketentuan pidana contempt of court (penghinaan peradilan).

 

“Dalam waktu dekat, saya dan pengurus DPN Peradi lain akan mengirim surat ke DPR untuk melakukan audiensi untuk membahas mengenai aturan contempt of court ini. Kami akan memberikan masukan-masukan terkait aturan ini,” ujar Ketua Dewan Pembina Peradi Otto Hasibuan di sela-sela peluncuran program National Moot Court Competition (NMCC) bidang PTUN di Kantor DPN Peradi, Grand Slipi, Jakarta Barat, Rabu (5/9/2019) kemarin.     

 

Otto menilai pasal contempt of court seperti diatur Pasal 281 RKUHP berpotensi menciptakan kriminalisasi terutama advokat. Misalnya, ketika menunjukan sikap tidak hormat kepada hakim atau menyanggah hakim dalam persidangan. Hal ini telah menimbulkan reaksi dari kalangan advokat.

 

Menurut Otto, aturan contempt of court dalam RKUHP agak berbahaya jika diterapkan. Sebab, bisa menganggu kebebasan berpikir pencari keadilan termasuk advokat. Apalagi, jika aturan contempt of court dengan UU tersendiri. “Saya khawatir, jika ada UU Contempt of Court sendiri demi melindungi hakim dan peradilan sangat berbahaya,” kata dia.  

 

Dia melanjutkan jika memang harus ada aturan contempt of court, jangan hanya ditujukan kepada masyarakat atau penegak hukum lain (advokat, jaksa, red), tapi perlu diterapkan juga kepada hakim. Faktanya hakim juga kerap melanggar dalam proses persidangan (contempt of power).  

 

“Jka aturan contempt of court hanya ditujukan kepada masyarakat pencari keadilan dan penegak hukum lain terkesan tidak adil. Jika contempt of power tidak diatur dalam RKUHP akan menimbulkan kesewenang-wenangan hakim. Sekarang kan banyak contempt of power dilakukan hakim,” ungkapnya.

 

“Seperti hakim tidur saat sidang, hakim melanggar hukum acara, dan lain-lain (suap). Itu termasuk contempt of power. Sekali lagi, perlu hakim diatur aturan contempt of power,” usulnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait