Saat Corporate Lawyer Bicara Desain Demokrasi di Partai Politik
Utama

Saat Corporate Lawyer Bicara Desain Demokrasi di Partai Politik

Ada baiknya dipikirkan bahwa kepengurusan partai politik dibagi ke dalam tiga komponen, yaitu komponen kader wakil rakyat, komponen kader pejabat eksekutif, dan komponen pengelola professional.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Foto: DAN
Foto: DAN

Banyak hal menarik yang terjadi selama pelaksanaan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-6 di Jakarta beberapa waktu lalu. Salah satunya saat seorang advokat dari sebuah lawfirm yang bergerak di sektor private mempresentasikan paper di hadapan peserta diskusi panel yang membahas tentang Relasi Parlemen dengan DPR dan DPD RI. Adalah Irvin Sihombing, Senior Associates dari Deddy Sangka Saragih & Associates Law Firm (DSS Lawfirm). Ia mempresentasikan paper yang berjudul Redesain Demokrasi Partai Politik: Upaya Mewujudkan Relasi Eksekutif dan Legislatif yang Efektif.

 

Mengangkat latar periode pasca demokrasi, Irvin menggambarkan peran partai politik yang amat krusial dalam konfigurasi demokrasi Indonesia. Sebagai salah satu pilar demokrasi, Irvin menilai partai politik memiliki tugas untuk mengartikulasikan kehendak publik, mengadakan pendidikan politik, megembangkan dan menawarkan alternatif kebijakan serta menyediakan pilihan politik kepada masyarakat dalam Pemilihan Umum.

 

Lebih jauh, Irvin menyebutkan bahwa keberadaan partai politik dalam kehidupan sebuah negara demokrasi merupakan salah satu syarat penting dalam rangka menjamin terlaksananya hak politik warga untuk berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat sehingga partai politik memiliki kedudukan dan peranan yang amat penting dalam sistem demokrasi.

 

Terkait hubungan partai dan demokrasi, Irvin mengutip Susan Scarrow yang menyebutkan bahwa “partai politik adalah aktor penting dalam perwakilan demokrasi. Partai politik dapat membantu untuk mengartikulasikan tujuan sebuah kelompok (masyarakat), memupuk kepemimpinan politik, mengembangkan dan mendukung kebijakan alternatif, serta mewakili pemilih dalam sebuah pemilu alternatif”.

 

“Artinya, negara demokratis tidak mungkin diwujudkan oleh partai politik yang tidak memiliki struktur yang demokratis,” ujar Irvin dalam presentasinya saat diskusi panel berlangsung, Selasa (3/9) lalu.

 

Lebih jauh, mengutip Schattscheider, “political parties create democracy”, Irvin menilai partai politik lah yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Untuk itu, sebagai sebuah sarana pemenuhan hak politik warga negara, partai politik adalah struktur antara (intermediate structure) yang memainkan peranan dalam membumikan cita-cita bernegara yang terbangun dari kesadaran kolektif warga negara.

 

Problem utama yang hari ini tengah melanda partai politik kebanyakan adalah personalisasi partai politik. Fenomena ini membuat partai politik diperlakukan sebagai institusi personal pengurusnya. Menurut Irvin, gejala personalisasi terlihat tatkala suatu organisasi mengalami kesulitan dalam melakukan suksesi atau pergantian kepemimpinan.

Tags:

Berita Terkait