Pemohon Minta Frasa-Kata dalam Konstitusi dan Peraturan Sesuai KBBI
Penggunaan frasa dan kata dalam penyusunan UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan dipersoalkan seorang warga negara di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia adalah Suharjo Triatmanto merasa risau lantaran praktik penyusunan kedua peraturan itu tidak berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Padahal, keberadaan lembaga penyusun dan pembuat KBBI sebagai lembaga pemerintah telah memiliki legalitas hukum.
“Harusnya peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia. Karena itu, pengunaan ‘frasa’ dan ‘kata’ pada penyusunan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan diuji ke MK,” ujar Suharjo dalam sidang pendahuluan yang diketuai Manahan MP Sitompul di ruang sidang MK Jakarta, Selasa (10/9/2019). Manahan didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Arief Hidayat sebagai anggota.
Menurutnya, faktanya terdapat makna ganda atau bahkan makna yang tidak sama dengan yang dimaksud oleh penyusun dan pembuat peraturan perundang-undangan. “Ada beberapa kata yang digunakan dalam penyusunan berbagai produk hukum tertulis yang memiliki makna dan arti sangat jauh dari maksud dan pengertian yang diinginkan,” paparnya.
Ia mencontohkan penggunaan kata “ayat” sesuai KBBI mengandung beberapa arti yakni alamat atau tanda; beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bahan surah dalam kitab suci; beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam UU.
Karena itu, Suharjo berpandangan apabila kata “ayat” dipakai untuk menyusun peraturan perundang-undangan, maka arti kata “ayat” tersebut merujuk pada makna beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam UU.
“Tapi, dalam penyusunan dan pembuatan peraturan perundangan, para penyusun dan pembuatnya tidak memberi keterangan apakah arti kata ‘ayat’ tersebut mempunyai arti yang dimaksud karena menurut KBBI kata ‘ayat’ mempunyai tiga makna kata berbeda,” ujar Suharjo.
Objek tidak jelas
Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengaku bingung dengan materi permohonan yang diajukan Pemohon. Arief mengingatkan MK adalah lembaga yang berwenang melakukan pengujian produk hukum berupa UU yang dinilai bersesuaian dengan UUD 1945 atau tidak. Sedangkan jika Pemohon menginginkan pengujian aturan di bawah UU, pengujiannya dapat dimohonkan ke Mahkamah Agung (MA).
Untuk itu, Pemohon harus benar-benar dapat menjelaskan keinginan yang hendak dicapai dari pengajuan permohonan ini. “Dari permohonan ini kita tak menangkap UU apa yang mau diujikan? Kami melihat ini bukan pengujian UU karena objek yang diuji saja UUD 1945. Perlu diketahui juga bahwa MK bertugas menjaga UUD, jika ada UU yang dibuat tidak koheren dengan UUD, maka itu tugas lembaga ini,” ujar Arief menerangkan.
Arief pun menilai dalam uraian legal standing tidak dijelaskan identitas Pemohon secara jelas. “Apakah diajukan atas nama perorangan atau pihak mana, sehingga berkaitan erat dengan hak konstitusional yang dilanggar, selanjutnya diuraikan dalam kedudukan hukumnya tersebut.”
Senada, Hakim Konstitusi Palguna pun kebingungan dengan pengujian yang disampaikan Pemohon. Dalam pandangan Palguna, apabila Pemohon ingin mengajukan perbaikan tata bahasa peraturan perundang-undangan, MK bukanlah lembaga yang berwenang melakukan perbaikan tata bahasa. “Kalaupun mau memperbaiki tata bahasa terkait bahasa hukum, hal ini juga tidak bisa diajukan karena bahasa hukum itu punya ragam bahasanya sendiri,” ujar Palguna menjelaskan.
Kalaupun Pemohon ingin melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, maka Pemohon harus memenuhi syarat dan ketentuan serta sistematika permohonan dan hukum acara yang berlaku di MK. Karena itu, Palguna meminta Pemohon untuk mempertegas tujuan permohonan ini, apakah ingin mengajukan pengujian UU atau hal lain.
Manahan pun meminta agar Pemohon benar-benar mempelajari dengan seksama format baku penyusunan permohonan yang pernah diajukan ke MK. Selain itu, dia meminta agar Pemohon melakukan konsultasi dengan pakar untuk membantu dirinya dalam pengajuan permohonan ini sehubungan terlanggarnya hak konstitusional Pemohon.
Apabila Anda menggunakan Private Browsing dalam Firefox, "Tracking Protection" akan muncul pemberitahuan Adblock. Anda dapat menonaktifkan dengan klik “shield icon” pada address bar Anda.
Terima kasih atas dukungan Anda untuk membantu kami menjadikan hukum untuk semua