Respons ICLA Terkait Perma Tata Cara Pengajuan Keberatan Putusan KPPU
Berita

Respons ICLA Terkait Perma Tata Cara Pengajuan Keberatan Putusan KPPU

Perma 3/2019 menegaskan kasasi sebagai upaya terakhir dalam proses hukum perkara persaingan usaha.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Tata cara mengenai pengajuan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah direvisi oleh Mahkamah Agung (MA). MA menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU. Perma 3/2019 ini menyempurnakan aturan sebelumnya mengenai Perma No.3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

 

Namun rupanya, Perma 03/2019 mendapat kritik dari Indonesian Competition Lawyers Association (ICLA). Salah satu hal yang paling disorot adalah Pasal 15 yang mengatur tentang upaya hukum terakhir dalam proses hukum atas putusan KPPU.

 

Pasal 15:

Terhadap putusan Keberatan, Terlapor dan/atau KPPU hanya dapat mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum terakhir.

 

Ketua Umum ICLA, Asep Ridwan, mengaku kecewa atas bunyi pasal tersebut. Ia menilai, kehadiran Pasal 15 di Perma 03/2019 sebagai bentuk kemunduran dari proses pengajuan keberatan. Padahal banyak kasus persaingan usaha yang pada akhirnya berlabuh ke Peninjauan Kembali (PK).

 

“Banyak kasus persaingan usaha yang pada akhirnya PK, dan itu tetap diproses oleh Mahkamah Agung. Putusannya hanya ditolak atau tidak diterima. Tapi tidak menutup upaya PK setelah kasasi,” katanya kepada hukumonline, Selasa (10/9).

 

Asep merujuk pada UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam undang-undang itu, setiap pihak dipersilakan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap.

 

Pasal 24:

  1. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
  2. Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
Tags:

Berita Terkait