Capim Unsur Hakim dan Advokat Ini Kritik KPK
Utama

Capim Unsur Hakim dan Advokat Ini Kritik KPK

Para Capim KPK umumnya mengkritik kinerja KPK yang mengedepankan penindakan ketimbang pencegahan hingga dukungannya terhadap materi muatan RUU KPK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Salah satu Capim KPK saat menjalani tahapan seleksi.  Foto: RES (Ilustrasi)
Salah satu Capim KPK saat menjalani tahapan seleksi. Foto: RES (Ilustrasi)

Komisi III DPR menggelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 pada Rabu (11/9) hingga Kamis (12/9). Di hari pertama, 5 Capim KPK menjalani uji kelayakan di Ruang Rapat Komisi III DPR. Mereka adalah Nawawi Pamolango (hakim), Lili Pintauli Siregar (advokat), Sigit Danang Joyo (PNS Kemenkeu), Nurul Ghufron (dosen), dan I Nyoman Wara (auditor BPK).

 

“(KPK) Lembaga super power dan kewenangannya luar biasa, kok hasilnya biasa saja. KPK saya gambarkan seperti diatas treadmill, seperti lari kencang, tapi jalan di tempat.” Kritikan itu disampaikan salah satu Capim KPK Nawawi Pomolango yang mendapat kesempatan pertama dalam uji kepatutan dan kelayakan di hadapan sejumlah anggota Komisi III, Rabu (11/9/2019). Baca Juga: Ini Parameter DPR Pilih 5 Capim KPK

 

Berbagai pertanyaan dari sejumlah anggota Komisi III DPR mampu dia jawab dengan lantang terutama terkait kelembagaan KPK. Sepanjang uji kepatutan Nawawi kerap melontarkan kritik pedas terhadap lembaga antirasuah itu. Maklum Nawawi, yang berlatar belakang hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar Bali ini, berpengalaman menangani banyak perkara korupsi di Jakarta.

 

Dia menilai KPK cenderung mengedepankan fungsi penindakan ketimbang pencegahan. Menurutnya pencegahan yang kuat menjadi pintu utama agar tidak terjadi tindak pidana korupsi. Nawawi paham betul sejumlah koleganya sesama hakim dan panitera yang tersandung kasus korupsi. Semestinya, kata Nawawi, KPK mengedepankan pula fungsi koordinasi dengan MA dalam rangka pencegahan sebelum dilakukan penindakan. “Konsentrasinya pada penindakan, bukan pencegahan,” kata dia.

 

Padahal, kata dia, Presiden Jokowi berulangkali menegaskan keseriusannya dalam upaya pemberantasan korupsi dengan pola pencegahan. Instruksi itu dituangkan dalam Peraturan Presiden No.54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Sayangnya, KPK dianggap seperti jalan sendiri dengan terus melakukan penindakan tanpa mengedepankan atau mengindahkan pencegahan.

 

Saat ditanya keberadaan wadah pegawai KPK, dia menilai wadah pegawai KPK di luar kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, ke depan perlu dirumuskan konsep pegawai KPK yang masuk ruang lingkup birokrasi ASN. Karena itu, dia setuju penataan kepegawaian KPK masuk dalam revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK agar tidak menentang kebijakan pemerintah.

 

Tak hanya itu, pengaturan penyadapan, hingga kewenangan penghentian penyidikan perkara perlu dituangkan dalam revisi UU KPK. “Bagaimana mungkin wadah pegawai bagian dari struktur (KPK), jangan jadi oposisi. Kalau mau oposisi, jangan jadi wadah pegawai, masuk saja partai,” kritiknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait