Capim Unsur Jaksa Ini Sebut KPK Butuh Kewenangan SP3
Berita

Capim Unsur Jaksa Ini Sebut KPK Butuh Kewenangan SP3

Johanis Tanak juga menilai seharusnya KPK bukan bertanggung jawab kepada publik, tetapi langsung ke DPR dan presiden serta setuju dengan keberadaan Dewan Pengawas KPK.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Johanis Tanak saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan Capim KPK periode 2019-2023 di ruang Komisi III DPR, Kamis (12/9).
Johanis Tanak saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan Capim KPK periode 2019-2023 di ruang Komisi III DPR, Kamis (12/9).

Masifnya aksi penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat ternyata ada sejumlah pihak yang justru mendukung revisi UU KPK. Salah satunya justru berasal dari calon pimpinan lembaga itu sendiri. 

 

Dalam fit and proper test yang berlangsung di DPR RI, Johanis Tanak (jaksa), salah satu Capim KPK menyatakan persetujuannya terhadap Revisi UU KPK yang digulirkan DPR. "Saya setuju bukan ikut-ikut DPR, tapi karena saya liat banyak yang perlu diatur lebih lanjut tentang lembaga ini," ujarnya, Kamis (12/9/2019) di ruang sidang Komisi III DPR. 

 

Salah satu poin dalam revisi UU KPK yaitu adanya Dewan Pengawas, Tanak menyetujui poin ini. Ia berpendapat pengawasan internal di KPK saja tidak cukup, sehingga harus ada pengawas lain dari eksternal untuk mengawasi kinerja lembaga antirasuah ini. Diketahui KPK mempunyai Deputi Pengawasan yang disebut Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat yang dikenal dengan PIPM. 

 

"Pengawasan internal saja tidak cukup, seperti kejaksaan dan lembaga lain, di Kejaksaan ada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, kalau ada pengawas eksternal itu akan lebih efektif, jika tidak dipatuhi bisa ada tindakan hukum," terangnya. Baca Juga: Capim Unsur Hakim dan Advokat Ini Kritik KPK

 

Selanjutnya mengenai kewenangan menghentikan proses penyidikan (SP3). Tanak mengakui di dalam UU KPK memang tidak ada aturan menghentikan penyidikan karena dalam proses penyelidikan harus sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. 

 

Tetapi SP3 menurutnya diperlukan dengan alasan bisa saja terjadi kekhilafan selaku manusia. Tak hanya itu, Tanak juga menyinggung tidak semua pegawai dan pimpinan KPK merupakan sarjana hukum, sehingga ia meragukan dasar KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka jika mereka bukanlah sarjana hukum. 

 

"Pertama karena manusia tidak luput dari kekhilafan. Kemudian mohon izin dulu KPK juga, mohon maaf bukan sarjana hukum semua, bukan juga berarti mereka tidak paham, tapi kalau mereka semua sarjana hukum mereka akan memahami apa dasar dan alasan hukum harus yang jelas untuk dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka," dalihnya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait