BPHN Menolak Bayar, Organisasi Bantuan Hukum di Timur Indonesia Nombok 300 Juta
Berita

BPHN Menolak Bayar, Organisasi Bantuan Hukum di Timur Indonesia Nombok 300 Juta

Tidak hanya minim, mekanisme penyaluran dana pun menghambat kelancaran program bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
(Kiri ke kanan) Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN dalam konferensi pers Konferensi Nasional Bantuan Hukum II, Rabu (11/9) didampingi Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Sekretaris Mahkamah Agung, Kepala Biro Binops Bareskrim Polri, dan Konsul Jendral Amerika Serikat. Foto: NEE
(Kiri ke kanan) Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN dalam konferensi pers Konferensi Nasional Bantuan Hukum II, Rabu (11/9) didampingi Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Sekretaris Mahkamah Agung, Kepala Biro Binops Bareskrim Polri, dan Konsul Jendral Amerika Serikat. Foto: NEE

Pendanaan bantuan hukum pemerintah saat ini menuntut organisasi pemberi bantuan hukum menalangi dengan uang sendiri. Setelah perkara selesai ditangani dan memberikan laporan dengan bukti lengkap, barulah akan diganti. Itu pun tanpa ada kejelasan waktu berapa lama dana penggantian akan cair. Lalu bagaimana kalau tiba-tiba pemerintah menolak bayar penggantian dana dengan berbagai alasan?

 

Ansy Damaris Rihi Dara, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Nusa Tenggara Timur mengungkapkan kerugian sebesar Rp300 juta yang ditanggung lembaganya karena pemerintah menolak bayar dana talangan. “Tahun lalu kami nombok 300 juta tidak bisa di-reimburse,” kata Ansy pada Hukumonline usai penutupan Konferensi Nasional Bantuan Hukum II, Kamis (12/9) kemarin.

 

Ansy berbagi ceritanya menjalankan program bantuan hukum dengan kondisi keuangan sangat terbatas. Berbagai upaya dilakukan untuk menalangi biaya yang diperlukan dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang meminta bantuan LBH APIK. Menurutnya, sistem pencairan dana yang berjalan belum memperhatikan kondisi nyata di lapangan. Pemerintah tidak peduli soal dana talangan yang harus disediakan organisasi bantuan hukum berasal dari mana atau dengan cara apa.

 

“Kami mau menolong orang lain jadi terhambat karena budget tidak ada,” ia menjelaskan.

 

Padahal, lanjut Ansy, sangat sedikit organisasi bantuan hukum yang tersedia di wilayahnya. Apalagi yang mendapatkan pendanaan pemerintah. Sementara permohonan bantuan yang masuk dari masyarakat sangat banyak.

 

Di sisi lain Ansy tetap mengapresiasi setiap usaha pemerintah terutama sejak pengesahan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bantuan Hukum). Ia menerima kenyataan bahwa masih ada kekurangan dalam implementasi. Hanya saja Ansy berharap pemerintah melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) lebih peka terhadap kebutuhan nyata mewujudkan akses pada keadilan.

 

“Organisasi bantuan hukum berbeda-beda di tiap wilayah, apakah semuanya punya anggaran (untuk menalangi)? Udah nggak punya duit, mekanisme reimburse tidak jelas waktu pembayarannya,” kata Ansy.

 

Baca:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait