Hulu Hingga Hilir, Presiden RI Jauh Lebih Berkuasa dalam Memberantas Korupsi
Berita

Hulu Hingga Hilir, Presiden RI Jauh Lebih Berkuasa dalam Memberantas Korupsi

Kekuasaan konstitusional Presiden Indonesia dalam pemberantasan korupsi ini bahkan melampaui yang dimiliki Presiden Amerika Serikat berdasarkan konstitusinya.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Mustafa Fakhri (berjas di tengah) bersama para promotor dan penguji usai sidang terbuka disertasi karyanya tentang kekuasaan Presiden dalam Pemberantasan Korupsi, Selasa (16/7) silam. Foto: NEE
Mustafa Fakhri (berjas di tengah) bersama para promotor dan penguji usai sidang terbuka disertasi karyanya tentang kekuasaan Presiden dalam Pemberantasan Korupsi, Selasa (16/7) silam. Foto: NEE

“Kekuasaan Presiden dalam pemberantasan korupsi berada pada hulu dari seluruh rangkaian proses, mulai dari perencanaan, pencegahan, sampai dengan memberi reward and punishment,” kata Mustafa Fakhri, Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI) membacakan kesimpulan disertasinya dalam sidang terbuka Juli silam.

 

Melalui disertasi berjudul ‘Kekuasaan Presiden dalam Pemberantasan Korupsi’, akademisi hukum tata negara FHUI ini meraih gelar doktor yang dipromotori Guru Besar Hukum Tata Negara FHUI Jimly Asshiddiqie. Ilmuwan berdarah Aceh kelahiran Oktober 1974 ini dinyatakan sah menjadi doktor ke-263 dari program studi ilmu hukum FHUI itu.

 

Ia membuktikan bahwa kekuasaan Presiden Indonesia sangat besar dalam pemberantasan korupsi berdasarkan sistem tata negara yang berlaku sekarang. Kekuasaan ini bahkan jauh lebih besar dibandingkan para Presiden dari 15 negara lain yang ia teliti. Kekuasaan konstitusional Presiden Indonesia dalam pemberantasan korupsi ini bahkan melampaui yang dimiliki Presiden Amerika Serikat berdasarkan konstitusinya.

 

Tope -demikian ia akrab disapa- justru membuktikan bahwa semua lembaga penegak hukum hanya bekerja pada area hilir pemberantasan korupsi. “Luasnya wilayah hulu ini nyaris tidak pernah diupayakan Presiden agar dapat fokus pada upaya pemberantasan korupsi,” katanya.

 

Menurut Tope, luasnya kewenangan Presiden di hulu tersebut meliputi sistem pendidikan antikorupsi, merancang upaya pencegahan, termasuk menerapkan sistem etik bagi seluruh aparat negara lewat reward and punishment. Tope berpendapat bahwa tidak semua kasus harus diproses melalui sanksi pidana.

 

Tope menilai keseriusan Presiden dengan kuasa yang sangat besar tersebut harusnya diwujudkan dengan melakukan reformasi besar-besaran di lembaga penegak hukum selain Komisi Pemberantasan Korupsi. Reformasi lembaga kepolisian dan kejaksaan dinilainya harus menjadi salah satu prioritas agenda pemberantasan korupsi mendatang.

 

“Presiden harus membentuk kebijakan terkait dengan reformasi lembaga penegak hukum,” katanya.

 

Baca:

Tags:

Berita Terkait