Sejumlah Catatan Mewarnai Pengambilan Keputusan RUU Pesantren
Utama

Sejumlah Catatan Mewarnai Pengambilan Keputusan RUU Pesantren

​​​​​​​Pemerintah minta menghapus pengaturan dana abadi bagi pesantren, karena bakal membebani keuangan negara. Komisi VIII ngotot adanya jaminan keberlangsungan pendidikan pesantren melalui dana abadi. Hingga akhirnya dilakukan pengubahan pasal.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kompleks parlemen di Senayan. Foto: RES
Kompleks parlemen di Senayan. Foto: RES

Setelah beradu argumen soal materi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren, akhirnya DPR bersama Pemerintah bersepakat memboyong ke rapat paripurna untuk diputuskan persetujuan dan pengesahan menjadi UU. Kendati memberikan persetujuan, ternyata sejumlah fraksi dan Pemerintah memberikan catatannya terhadap RUU ini.

 

Catatannya pun beragam. Mulai dari persoalan dana abadi hingga perubahan judul RUU. Salah satunya datang dari Anggota Komisi VIII dari Fraksi PDIP, Diah Pitaloka. Dalam pandangan mininya, Diah mengatakan bahwa RUU Pesantren memang ditunggu para warga pesantren. Pasalnya masih belum adanya jaminan kesetaraan pendidikan agama dengan pendidikan formal lainnya di luar pesantren. Baginya rancangan aturan ini dibuat dalam menjaga kebudayaan serta nilai kebangsaan.

 

Dia meminta agar semua pihak tetap melakukan pemantauan serta evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan UU Pesantren nantinya bagi pendidikan pesantren. Termasuk pula dengan aturan turunan berupa peraturan pemerintahnya. Yang pasti, kata Diah, kendati terdapat catatan, kultur dan nilai kebangsaan mesti didukung.

 

Mengenai perubahan judul dengan meniadakan frasa ‘pendidikan agama’, menurut Diah, perlu dipikirkan lebih jauh. Sebab dengan adanya  frasa ‘pendidikan agama’ justru mengakomodir pendidikan agama lain. Sementara dalam perjalanan pembahasan, terdapat pendidikan agama lain yang belum memerlukan pengaturan untuk masuk dalam RUU.

 

Anggota Komisi VIII dari Fraksi Hanura Tetty Pinangkaan menilai keberadaan frasa ‘pendidikan keagamaan’ menjadi penting dalam mengakomodir pendidikan agama lain. Bahkan bisa menjadi payung hukum bagi komunitas agama lain. Karenanya, Tetty malah mempertanyakan hilangnya frasa ‘pendidikan keagamaan’ dari judul RUU.

 

Atas dasar itulah, Tetty pun meminta agar pihak Kementerian Agama (Kemenag) membuat dan menyiapkan aturan lain sebagai payung hukum yang sama dalam pendidikan agama lain. Tujuannya, supaya tidak terkesan adanya diskriminasi. “Kami meminta Kemenag harus buat payung hukum yang sama untuk pendidikan agama agar tidak ada diskriminasi,” imbuhnya.

 

Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong, mengatakan perdebatan dan sejumlah catatan adalah hal lumrah dalam demokrasi. Namun dalam pembuatan sebuah RUU, DPR dan pemerintah mesti mengambil keputusan. Akhirnya, RUU ini disepakati untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa (24/9) pekan depan mendatang. RUU Pesantren ini berisi 9 Bab dan 55 Pasal.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait