Waspadai Dua Pasal Penghambat Kepastian Hukum Arbitrase di Indonesia
Utama

Waspadai Dua Pasal Penghambat Kepastian Hukum Arbitrase di Indonesia

Berkaitan dengan eksekusi dengan bantuan pengadilan dan pembatalan putusan arbitrase asing.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Sekretaris I BANI, Eko Dwi Prasetiyo. Foto: RES
Sekretaris I BANI, Eko Dwi Prasetiyo. Foto: RES

Kelahiran New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (Konvensi New York 1958) awalnya menjadi standar universal alternatif penyelesaian sengketa komersial dengan arbitrase. Sayangnya, tindak lanjut ratifikasi konvensi ini ke dalam UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) tak berjalan mulus. Setidaknya para pengacara harus waspada pada Pasal 66 dan Pasal 70 UU Arbitrase guna menghitung kepastian hukum jika hendak mengeksekusi putusan arbitrase internasional di Indonesia.

“Berdasarkan New York Convention putusan arbitrase asing itu bisa dibatalkan oleh pengadilan negara di mana putusan tersebut dijatuhkan,” kata Robie Aryawan Haris, partner pada Armand Yapsunto Muharamsyah & Partners (AYMP) kepada hukumonline.

Artinya, pembatalan putusan arbitrase oleh pengadilan negeri harusnya hanya mengikat putusan arbitrase  yang dibuat di Indonesia. Robie berpendapat bahwa kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait putusan arbitrase asing berdasarkan UU Arbitrase harusnya tidak termasuk pembatalan. “Di undang-undang hanya diberi judul pembatalan putusan arbitrase, tidak disebut untuk yang nasional atau internasional. Seharusnya dengan kita ratifikasi New York Convention hanya berlaku pada putusan arbitrase nasional,”  katanya.

Pasal 70 UU Arbitrase mencantumkan tiga alasan mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase ke pengadilan. Ketiganya berkaitan dengan ditemukannya kecurangan setelah putusan arbitrase dijatuhkan.  Namun, hingga akhirnya ada pengujian UU Arbitrase ke Mahkamah Konstitusi, tidak pernah ada kejelasan tentang daya laku pembatalan tersebut.

(Baca juga: MK Perjelas Alasan Pembatalan Putusan Arbitrase).

Putusan MK No. 15/PUU-XII/2014 hanya menyatakan penjelasan Pasal 70 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Padahal penjelasan tersebut juga tidak memberi keterangan apa-apa soal putusan arbitrase mana yang bisa dibatalkan pengadilan negeri.

“Nilai sengketa yang dituntut harus jadi pertimbangan, karena arbitrase di luar Indonesia itu mahal,” ujar Robie. Pasal 70 UU Arbitrase yang abu-abu ini perlu disadari sejak awal. Apalagi putusan pengadilan di Indonesia tidak menganut asas preseden yang mengikat hakim.

Sangat mungkin di satu waktu majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersedia membatalkan putusan arbitrase asing dengan dalil kewenangan di pasal 70 UU Arbitrase. Pada waktu yang lain, bisa jadi ada majelis hakim yang menolak membatalkan putusan arbitrase asing.

Tags:

Berita Terkait