Delik Makar Kembali Dipersoalkan
Berita

Delik Makar Kembali Dipersoalkan

Dengan alasan untuk melindungi Pancasila sebagai dasar negara. Pemohon diminta membaca pertimbangan hukum putusan-putusan MK sebelumnya untuk mengelaborasi kerugian konstitusional yang dialami Pemohon.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Aturan pidana makar dalam KUHP kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini diajukan Zico Leonard Djagardo, seorang pemuda yang mengklaim mencintai dan menegakan Pancasila sebagai dasar negara demi keutuhan bangsa dan negara. Dia spesifik memohon pengujian Pasal 107 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP.   

 

Dia merasa ada satu hambatan terbesar dalam meningkatkan kesadaran berpancasila yakni menghadapi orang-orang yang ingin mengganti Pancasila. Menurut dia, siapapun yang berupaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dipidana atau dijerat dengan Pasal 107 ayat (1) KUHP itu selama tindakannya tidak berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda.  

 

Aturan ini tidak memenuhi paradigma tujuan pemidanaan apabila tidak melindungi Pancasila sebagai dasar negara. Saya meminta kepada Mahkamah agar aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Zico Leonard Djagardo dalam sidang perdana yang diketuai Aswanto beranggotakan I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams di ruang sidang MK, Rabu (26/9/2019).

 

Pasal 107 ayat (1) KUHP berbunyi, “Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

 

Dia melanjutkan saat ini tidak ada aturan hukum yang melarang siapapun melalui kampanye mengganti Pancasila dengan ideologi lain, kecuali larangan menyebarakan paham Marxisme/Leninisme/Komunisme. Hal ini berakibat terdapat pemikiran untuk mengganti Pancasila baik itu dengan liberalisme maupun khilafah.

 

Menurutnya, sanksi pidana Pasal 107 ayat (1) KUHP itu terpusat pada pengaturan penyebaran paham Komunisme/Marxisme/Leninisme. Padahal, ancaman mengganti Pancasila tidak hanya datang dari paham tersebut, namun juga datang dari paham-paham lainnya. Baca Juga: Pakar Pidana Ini Minta Delik Makar Perlu Ditinjau Ulang

 

Jadi, jelas dalam aturan ini, siapapun yang berupaya atau tindakan mengganti Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dipidana selama upaya atau tindakannya itu tidak berakibat pada timbulnya kerusuhan dalam masyarakat atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda. “Karenanya, Pasal 107 ayat (1) KUHP tidak memberi perlindungan hukum yang adil terhadap Pancasila sebagai dasar negara,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait