Larangan Ekspor Nikel Berisiko Timbul Ketidakpastian Hukum
Berita

Larangan Ekspor Nikel Berisiko Timbul Ketidakpastian Hukum

Pelarangan ekspor nikel berlaku mulai 1 Januari 2020.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara diskusi moratorium ekspor nikel, Rabu (2/10). Foto: MJR
Acara diskusi moratorium ekspor nikel, Rabu (2/10). Foto: MJR

Pemerintah akan melarang perusahaan tambang nikel mengekspor hasil produksinya pada 1 Januari 2020. Pelarangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

 

Dalam aturan ini, bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% tidak dapat  dieskpor. Pemerintah memberikan masa transisi kepada pelaku usaha selama 4 bulan sejak September- Desember 2019 untuk mulai menyesuaikan kebijakan baru ini.

 

Kementerian ESDM menyampaikan latar belakang dikeluarkannya kebijakan ini yang utama adalah terbatasnya ketahanan cadangan. Kemudian, kesiapan infrastruktur pemurnian atau smelter dianggap juga sudah mampu menyerap bijih nikel nasional.

 

"Kebijakan ini (larangan ekspor) merupakan kebijakan dan strategi dalam meningkatkan nilai tambah industri ini. Permen 11/2019 ini harus dikeluarkan untuk mengendalikan ekspor dan momentumnya juga pas," jelas Kepala Sub Direktorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Kementerian ESDM, Andri Budhiman Firmanto di Jakarta, Rabu (1/10).

 

Momentum yang tepat dimaksud Andri yaitu sejalan dengan rencana pemerintah mengembangkan electric vehicle (kendaraan listrik). Perlu diketahui, material inti baterai kendaraan listrik tersebut salah satu yang paling banyak digunakan adalah nikel.

 

Pengembangan kendaraan listrik ini juga tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).

 

(Baca: Pembahasan RUU Minerba Dikebut di Akhir Periode)

 

Selain itu, pengamanan cadangan nikel nasional juga menjadi salah satu alasan pemerintah melarang ekspor tersebut. Meski memiliki cadangan terkira sebesar 2,8 miliar ton, ternyata masih memerlukan peningkatan faktor pengubah seperti kemudahan akses, perizinan (izin lingkungan), dan keekonomian (harga) untuk meningkatkan cadangan teknis menjadi terbukti. Sehingga, dapat memenuhi kebutuhan fasilitas pemurnian sekitar 42,67 tahun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait