Menyoal Rekaman Kegiatan Razia Polantas Harus Berizin
Berita

Menyoal Rekaman Kegiatan Razia Polantas Harus Berizin

​​​​​​​Perlu melihat lebih dalam dengan putusan Mahkamah Konstitusi  atas uji materi Pasal 335 ayat (1) serta definisi penyadapan dalam UU ITE. Karenanya, merekam kegiatan terbuka di area publik tidak dapat dikenakan perbuatan tidak menyenangkan maupun penyadapan.

Bacaan 2 Menit
Reda Manthovani. Foto: Istimewa
Reda Manthovani. Foto: Istimewa

Sebulan terakhir di banyak jalan-jalan raya,  masyarakat kerapkali melihat polisi menggelar Operasi Patuh Jaya. Bagi masyarakat berkendara tanpa melengkapi surat-surat kendaraanya, boleh jadi Anda diberi surat tilang tanpa tedeng aling-aling oleh petugas polisi.

 

Namun terlepas itu, ternyata Ditlantas Polda Metro Jaya melarang masyarakat merekam kegiatan razia, tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari petugas. Sebaliknya, merekam gambar atau mengambil foto tanpa izin dapat diijerat ketentuan ‘perbuatan tidak menyenangkan’ sebagaimana diatur Pasal 335 KUHP.

 

Penilaian tersebut seolah unsur Pasal 335 KUHP dikaitkan dengan perasaan pribadi seseorang. Padahal ‘Perbuatan tidak menyenangkan’ adalah kualifikasi tindak pidana sebagaimana pencurian atau penggelapan. Walhasil, muncul soal apakah tindakan merekam kegiatan razia dapat dikenakan Pasal 335 KUHP? Apakah kegiatan perekaman atas kegiatan razia polantas termasuk tindakan penyadapan?

 

Sebelum membahas pertanyaan 1, perlu disampaikan terlebih dahulu bunyi dari Pasal 335 KUHP yaitu:

Pasal 335 KUHP

  1. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
  1. Barang siapa melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
  2. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
  1. Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

 

Padahal faktanya, Pasal 335 ayat (1) KUHP telah diuji materi ke Mahkamah konstitusi hingga terbit putusan No.1/PUU-XI/2013. Inti putusan MK itu, memperbaiki norma Pasal 335 ayat (1) menjadi, “Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah berpendapat,  frasa “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP  menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sehingga, implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama, bagi pihak yang dilaporkan.

 

Mahkamah juga berpandangan, sebagai rumusan delik, kualifikasi, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur, ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata.

Tags:

Berita Terkait