Hasil Pengembangan Kasus, Dirut BUMN Jadi Tersangka
Berita

Hasil Pengembangan Kasus, Dirut BUMN Jadi Tersangka

Tersangka bersama anak buahnya diduga menyuap direktur BUMN lain untuk mengamankan proyek.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Gedung Merah Putih KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: MYS
Gedung Merah Putih KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: MYS

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengembangan kasus dugaan suap terkait proyek Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Propertindo. Proyek ini dikerjakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tahun 2019.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan dalam proses penyidikan, pihaknya mencermati fakta yang berkembang dan menemukan dugaan keterlibatan pihak lain. Setelah menemukan bukti pemulaan yang cukup, KPK menetapkan seorang Direktur Utama perusahaan BUMN sebagai tersangka. "KPK melakukan penyidikan baru dengan tersangka DMP (Darman Mappangara), Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia Persero (PT INTI)," ujar Febri di kantornya, Rabu (2/9).

Febri mengatakan Darman diduga bersama-sama dengan anak buahnya, TN (Taswin Nur) memberi suap kepada Andra Agussalam, Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, untuk “mengawal” agar proyek Baggade Handling System (BHS), dikerjakan oleh PT INTI.

Konstruksinya pada 2019, PT INTI mengerjakan beberapa proyek di lingkungan PT Angkasa Pura II. Proyek Visual Docking Guidance System (VGDS) dengan anggaran Rp106,48 miliar; proyek Bird Strike Rp22,85 Miliar dan proyek pengembangan bandara Rp86,44 miliar. Selain itu ada proyek tambahan di PT Angkasa Pura II dan PT Angkasa Pura Propertindo seperti proyek X-Ray di enam bandara Rp100 miliar, Baggage Handling System di enam bandara Rp125 miliar, VDGS Rp75 miliar dan radar burung Rp60 miliar.

(Lihat juga: Dirut Angkasa Pura Propertindo Diperiksa KPK).

KPK menduga PT INTI mendapatkan sejumlah proyek berkat bantuan Andra yang merupakan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II dengan mengawal proyek-proyek tersebut supaya dimenangkan dan dikerjakan oleh PT INTI. Hal ini teridentifikasi dari adanya komunikasi antara Darman dan Andra. 

"DMP juga memerintahkan TSW (Taswin Nur) staf PT INTI untuk memberikan uang pada AYA. Terdapat beberapa 'aturan' yang diberlakukan, yaitu dalam bentuk tunai, jika jumlah besar maka ditukar USD atau SGD, menggunakan kode 'buku' atau 'dokumen'," terangnya.

Pada 31 Juli 2019, Taswin meminta sopir Andra untuk menjemput uang yang disebut dengan kode 'barang paket' di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB. Taswin kemudian memberikan uang sejumlah Rp1 miliar dalam bentuk Sin$96.700 yang terdiri dari 96 lembar pecahan 1.000 dan 7 lembar pecahan 100. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait