Pandangan Pemerintah Terkait Rasionalitas Pemilu Serentak
Berita

Pandangan Pemerintah Terkait Rasionalitas Pemilu Serentak

Pelaksanaan pemilu serentak dapat menciptakan koalisi parpol berbasis kebijakan karena terpilihnya pejabat eksekutif (presiden dan wakil presiden) mendapat dukungan (penuh) lembaga legislatif, sehingga mudah membentuk pemerintahan yang stabil dan efektif.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Ardiansyah menilai pelaksanaan pemilu serentak memberi pengaruh positif terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Diantaranya penghematan anggaran pemilu, sehingga dapat digunakan untuk pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara yang lain berkisar Rp 5-10 triliiun.

 

“Hal tersebut sesuai tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945 yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Ardiansyah saat memberi keterangan mewakili pemerintah di sidang lanjutan pengujian Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait konstitusionalitas pemilu serentak di ruang sidang MK, Kamis (3/10/2019).

 

Ardiansyah melanjutkan inti dari konsep pemilu serentak ialah menggabungkan antara pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif (pilpres) dalam waktu yang sama, sehingga memungkinkan terciptanya pemerintahan yang kongruen (sebangun/selaras). Artinya, terpilihnya pejabat eksekutif (presiden dan wakil presiden) mendapat dukungan (penuh) legislatif, sehingga mudah membentuk pemerintahan yang stabil dan efektif.

 

Menurut dia, pelaksanaan pemilu serentak dapat menciptakan koalisi parpol berbasis kebijakan. Sebab, konstestasi pemilu membutuhkan parpol yang kuat dan daya tahan memadai mewakili kepentingan masyarakat dan menawarkan pilihan-pilihan kebijakan menuju kebaikan umum. Sekaligus meminimalkan pragmatisme politik yang kerap menjadi acuan aktor-aktor dan parpol-parpol dalam berkoalisi.

 

“Dengan dilaksanakannya pemilu secara serentak, parpol diyakini tidak bisa lagi berkoalisi secara pragmatis. Parpol akan lebih selektif mencari calon dan tidak sekadar mengandalkan pertimbangan matematis. Dalam jangka panjang, tentu hal ini diharapkan bermuara pada penyederhanaan sistem kepartaian secara alamiah,” ujarnya. .

 

Sebelumnya, sejumlah organisasi pemantau pemilu dan berbagai profesi mengajukan permohonan uji materi Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terkait frasa "Pemilu serentak" dalam dua pasal itu karena dianggap telah menimbulkan banyak korban. (Baca Juga: Aturan Pemilu Serentak Diuji ke MK)

 

Perkara dengan nomor registrasi 37/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh pengurus Badan Arjuna Pemantau Pemilu, Badan Pena Pemantau Pemilu, Badan Srikandi Pemantau Pemilu, Badan Luber Pemantau Pemilu, seorang staf legal M. Faesal Zuhri, dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Robnaldo Heinrich Herman.  

Tags:

Berita Terkait