Penunggak Iuran JKN Terancam Tak Bisa Akses Layanan Publik
Berita

Penunggak Iuran JKN Terancam Tak Bisa Akses Layanan Publik

Seperti tidak mendapat layanan pengurusan IMB, SIM, sertifikat tanah, paspor, atau STNK. Meski instrumen hukum yang ada sudah memadai, tapi penerapan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik itu belum berjalan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES

Tidak mudah bagi pemerintah untuk mengelola kebijakan jaminan sosial, terutama program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sejak beroperasi 1 Januari 2014 sampai sekarang dana jaminan sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan untuk membiayai JKN selalu mengalami defisit. Untuk menambal defisit, pemerintah kerap mengucurkan dana bantuan. Selain itu, pemerintah berencana menaikan besaran iuran peserta BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2020.

 

Namun, berbagai kebijakan itu dirasa belum cukup untuk menjaga keberlanjutan program JKN. Mengingat sumber pemasukan utama BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan program JKN berasal dari iuran yang dibayar para peserta, pemerintah akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan selama ini PP No.86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif belum diterapkan secara optimal, khususnya terkait sanksi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu. PP No.86 Tahun 2013 menyebutkan sanksi administratif yang dapat diberikan kepada pemberi kerja (badan usaha) dan peserta JKN kategori mandiri ini berupa teguran tertulis; denda dan/atau; tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

 

PP No.86 Tahun 2013 mengatur pelaksanaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu ini harus melalui koordinasi antara BPJS Kesehatan dengan instansi terkait yang memberi pelayanan publik. Sanksi yang dapat diberikan untuk badan usaha yakni izin yang diperlukan mengikuti tender proyek; mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA); perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau IMB. Sanksi untuk peserta mandiri yaitu pengurusan IMB; SIM; sertifikat tanah; paspor; atau STNK.

 

Menurut Fachmi, pengenaan sanksi administratif ini penting, salah satunya untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta. Dia mencontohkan pada 2008 pelaksanaan jaminan sosial di Korea Selatan tingkat kolektabilitas untuk pekerja mandiri sebesar 25 persen. Namun, sejak menggulirkan kebijakan kepatuhan hukum jumlahnya meningkat jadi 93 persen.

 

Fachmi menjelaskan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk memudahkan masyarakat dalam membayar iuran, salah satunya menggunakan mekanisme autodebit. Karena itu, bagi peserta yang sampai saat ini belum patuh membayar iuran, pemerintah menyiapkan Inpres yang intinya antara lain mengatur sanksi administratif berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

 

“Nanti kita menggunakan sistem IT, master file BPJS Kesehatan terhubung dengan sistem instansi lain seperti kepolisian, perbankan, BPN. Setiap orang yang akan mengakses layanan publik di berbagai lembaga itu harus melunasi iuran JKN dulu,” ujar Fachmi dalam diskusi di Jakarta, Senin (7/10/2019). Baca Juga: Siap-Siap Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun 2020

Tags:

Berita Terkait