Pemerintah Diminta Cabut Aturan Tata Cara Penempatan Buruh Migran
Berita

Pemerintah Diminta Cabut Aturan Tata Cara Penempatan Buruh Migran

Karena substansi Permenaker No.9 Tahun 2019 ini dianggap bertentangan dengan UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Jika tidak, Koalisi akan mengajukan uji materi ke MA.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pelayanan untuk buruh migran di bandara. Foto: SGP
Ilustrasi pelayanan untuk buruh migran di bandara. Foto: SGP

Terbitnya UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) membawa harapan baru bagi buruh migran Indonesia yang bekerja di luar Negeri. Beleid itu diyakini memuat ketentuan yang lebih baik dalam melindungi buruh migran ketimbang regulasi sebelum yakni UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN).

 

Sayangnya, upaya pemenuhan hak dan perlindungan bagi pendulang devisa negara itu belum dapat berjalan efektif karena sampai sekarang pemerintah belum menerbitkan seluruh peraturan pelaksana UU PPMI. Sekalipun sebagian peraturan telah diterbitkan, salah satunya Permenaker No.9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia, tapi substansinya dinilai masih jauh dari harapan.

 

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Migrant Care, SBMI, dan Jaringan Buruh Migran (JBM) menilai Permenaker No.9 Tahun 2019 cacat formil dan materil. Divisi Advokasi Kebijakan Migrant Care Siti Badriyah menilai Permenaker ini cacat formil karena proses penerbitannya mendahului Peraturan Pemerintah (PP) yang seharusnya menjadi acuan terlebih dahulu. Pembahasan permenaker itu juga tidak melalui proses konsultasi publik.

 

Selain itu, Permenaker itu dinilai cacat materil karena sedikitnya ada 5 substansi Permenaker No.9 Tahun 2019 yang bertentangan dengan UU PPMI. Pertama, Pasal 7 Permenaker mengatur tahapan orientasi prapenempatan (OPP). Koalisi menilai tahapan ini ditujukan untuk mengganti pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) yang pernah berlaku sebelumnya sebagaimana amanat UU No.39 Tahun 2004.

 

Menurut Siti, ketentuan PAP ini dihapus melalui UU PPMI karena tahapan ini membuka ruang dan peluang bisnis perusahaan penempatan pekerja migran sebagai pelaku utama. Sebab, semangat UU PPMI meminimalisir peran swasta dalam pengelolaan, perlindungan, dan penempatan buruh migran dan peran ini harus dilakukan oleh pemerintah.

 

Kedua, Pasal 12 mengatur pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan oleh perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI). Aturan ini bertentangan dengan amanat UU PPMI yang membebaskan PMI untuk menentukan pilihan dalam pemeriksaan Kesehatan. Lagi-Lagi ketentuan ini membuka peluang bisnis perusahaan.

 

“Permenaker No.9 Tahun 2019 ini ingin mengembalikan lagi peran swasta dalam tata kelola perlindungan dan penempatan buruh migran. Pengelolaan yang dilakukan swasta selama ini terbukti menimbulkan banyak masalah,” kata Siti dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Baca Juga: Beragam Solusi Atasi Persoalan Perlindungan Pekerja Migran

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait