Pelaksanaan Sertifikasi Halal Belum Siap, Presiden Disarankan Terbitkan Perppu
Berita

Pelaksanaan Sertifikasi Halal Belum Siap, Presiden Disarankan Terbitkan Perppu

Pemerintah dinilai lambat mendirikan BPJPH dan salah menginterpretasikan isi UU JPH.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pelaksanaan sertifikasi halal yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) resmi diberlakukan pada 17 Oktober mendatang. Namun hingga saat ini, infrastruktur dan segala kebutuhan untuk menjalankan amanat UU JPH seperti auditor halal, lembaga pemeriksa halal (LPH), standar halal, tarif sertifikasi halal, sistem registrasi, label atau logo produk halal/tidak halal, serta instrument dan infrastruktur belum secara utuh dipersiapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

 

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, berpendapat situasi ini berpotensi menimbulkan kekosongan hukum. Kementerian Agama (Kemenag) dinilai terlambat mempersiapkan segala sesuatu untuk pelaksanaan sertifikasi halal. Padahal, persiapan seharusnya dilakukan dalam periode 5 tahun sejak UU JPH terbit pada 2014 silam.

 

Ikhsan menegaskan jika merujuk kepada Pasal 4 dan Pasal 67 UU JPH, jelas disebutkan bahwa batas waktu sertifikasi halal adalah 17 Oktober 2019. Hal ini dimaknai bahwa setelah 17 Oktober 2019, semua produk yang beredar, khususnya makanan dan minuman, sudah harus bersertifikat halal.

 

Dia menilai jika proses pendaftaran sertifikasi halal seharusnya sudah dilakukan oleh Kemenag dan BPJPH dalam periode lima tahun sejak UU JPH terbit. Sehingga saat jatuh tempo di 17 Oktober mendatang, semua produk sudah bersertifikasi halal sesuai dengan amanat UU JPH.

 

Pertanyaanya, bagaimana nasib pelaku usaha UMKM yang produknya belum bersertifikat halal pada 17 Oktober mendatang, sementara aturan mengenai tarif sertifikasi halal masih dibahas oleh pemerintah?

 

Agar pemerintah tidak dianggap melanggar hukum dan semua produk makanan dan minuman tetap bisa beredar, Ikhsan menyebut perlunya diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sampai dengan batas waktu tertentu berkaitan dengan Open Legal Policy. Hal ini diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pelaku usaha UMKN dan memberikan dasar hukum yang kuat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengambil alih sementara proses sertifikasi halal.

 

“Memang sah-sah saja kalau BPJPH bekerja sama dengan MUI dan lainnya untuk menjalankan sertifikasi halal. Tapi yang jadi masalahnya, UU JPH mengamanatkan pelaksanaan itu kepada BPJPH. MUI perlu dasar hukum untuk menjalankan tugas BPJPH,” kata Ikhsan di Jakarta, Kamis (10/10).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait