Catatan Kritis Sektor Hukum Pemerintahan Jokowi Jilid I
Utama

Catatan Kritis Sektor Hukum Pemerintahan Jokowi Jilid I

Penegakan hukum digunakan sebagai alat kriminalisasi, diskriminasi, melanggar HAM dan merusak demokrasi. Penegakan dan pembangunan sektor hukum 5 tahun ke depan mengkhawatirkan dan berpotensi sama seperti sebelumnya.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2016. Foto: RES
Presiden Jokowi saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2016. Foto: RES

Masa jabatan Presiden Joko Widodo akan berakhir dalam waktu dekat. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menerbitkan beberapa catatan kritis terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla periode 2014-2019, khususnya sektor hukum dan dan penegakan hukum.

 

Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai selama 5 tahun terakhir proses penegakan hukum digunakan sebagai alat kriminalisasi, diskriminasi, melanggar HAM dan merusak demokrasi. Menurutnya, ini dapat dilihat dari maraknya kriminalisasi yang menjerat pihak yang kritis atau tidak sependapat dengan kebijakan atau pandangan pemerintah.

 

Isnur mencontohkan kasus terbaru, korban meninggal pasca demonstrasi di DPR belum lama ini, Akbar Alamsyah. Sebelum meninggal, Akbar ditemukan 10 hari setelah mengalami koma. Dia sempat mendapat perawatan intensif di RS Pelni, RS Polri, terakhir RSPAD Gatot Subroto. Menurut Isnur, bagian tulang tengkorak Akbar hancur, begitu pula ginjalnya. Ironisnya, kepolisian menetapkan Akbar sebagai tersangka pada 10 Oktober 2019 dan dia dimakamkan 11 Oktober 2019.

 

Selain itu, ada Dandhy Dwi Laksono, ditetapkan tersangka oleh kepolisian karena kritikannya di media sosial dan Ananda Badudu, dijemput aparat kepolisian karena dianggap menyalurkan dana untuk demonstrasi di DPR. Isnur menilai peristiwa seperti ini terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Tahun 2018, LBH menangani 22 kasus kriminalisasi yang menjerat masyarakat karena mempertahankan ruang hidupnya dan berpandangan kritis.

 

Pandangan Isnur terhadap penegakan hukum 5 tahun ke depan diperkirakan sama seperti saat ini yakni penegakan hukum digunakan sebagai alat untuk mengkriminalkan masyarakat. Bahkan, mengutip temuan Ombudsman, Isnur menuturkan persoalan penanganan demonstrasi di DPR itu merupakan masalah kelembagaan, bukan oknum. Berbagai prosedur dan peraturan terkait penanganan demonstrasi tidak pernah dievaluasi bagaimana implementasinya di lapangan.

 

Isnur juga menyoroti Pasal 30 ayat (3) huruf d UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang intinya mengatur pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. Pengawasan ini dilakukan oleh Bakor Pakem seperti masa Orba. Menurutnya, mekanisme pengawasan ini menimbulkan diskriminasi bagi kelompok minoritas keagamaan. Seperti yang dialami kelompok Ahmadiyah dimana mereka mendapat surat pemanggilan rutin dalam rangka pembinaan dan pengawasan.

 

“Outlook kami penegakan hukum sebagai alat untuk mengkriminalkan warga, diskriminasi, melanggar HAM, dan merusak demokrasi,” kata Isnur dalam diskusi di Jakarta, Senin (14/10/2019). Baca Juga: PSHK: Setengah Hati Reformasi Regulasi, Lemah Penegakan Hukum  

Tags:

Berita Terkait